TOLERANSI BAGIAN DARI KEHIDUPAN
Markus 9:38-40, Lukas 18:15-16
Toleransi secara luas adalah suatu sikap atau perilaku manusia yaitu menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan, dan juga sikap yang mengandung kegigihan untuk mempertahankan hidup atau keyakinannya.
Tuhan Yesus mengajarkan untuk mengasihi musuh atau orang yang tidak sepaham atau sepandangan dengan kita dan mendoakan mereka. Berhubungan dengan sikap Tuhan Yesus tersebut, maka sebagai orang Kristen kita memiliki dasar yang kuat untuk toleran dengan semua orang. Sebagaimana Tuhan Yesus memandang bahwa semua orang adil dan setara, demikianlah kita juga harus memandang bahwa semua orang apapun latar belakangnya adalah sama.
Sikap yang harus dilakukan untuk mengatasi kesulitan dalam mewujudkan sikap toleransi adalah membuat transformasi sosial mengingat bahwa semua manusia setara di hadapan Tuhan, manusia memiliki hak dan derajat yang sama.
Toleransi dalam Kehidupan Bersama
Toleransi merupakan sikap penting yang harus dimiliki oleh setiap manusia, karena dengan toleransi manusia dapat hidup bersaudara, rukun, harmonis, dan melestarikan persatuan. Toleransi berasal dari kata Latin tolerare yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Kata toleransi juga berasal dari kata tolerantia yang berarti hal menyabarkan, hal menanggung, hal membetahkan, kekuatan untuk menanggung, ketetapan, kegigihan, ketabahan, sikap menerima sesuatu yang tidak disukai.
Toleransi diartikan sebagai sikap bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Dengan demikian, pengertian toleransi secara luas adalah suatu sikap atau perilaku manusia yang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan, dan juga sikap yang mengandung kegigihan untuk mempertahankan hidup atau keyakinannya.
Orang yang toleran berarti orang yang dapat menerima, menanggung, dan menahan diri untuk bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang beraliran lain. Sikap toleransi tidak berarti membenarkan pandangan atau aliran yang dibiarkan itu, namun tetap bersedia mengakui kebebasan serta hak-hak asasi para penganutnya untuk berpandangan lain.
Toleransi juga merupakan istilah dalam konteks sosial, budaya, dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda dan tidak dapat diterima oleh mayoritas atau kelompok terbanyak dalam masyarakat.
Contohnya adalah toleransi beragama, yaitu masyarakat mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lain. Tidak hanya mengizinkan, tapi juga menghargai setiap kegiatan agama lain yang dilakukan.
Ada tiga macam toleransi dalam agama, yaitu:
1. Toleransi negatif adalah sikap yang tidak menghargai dan menolak isi ajaran dan pandangan agama dan keyakinan lain, serta tidak menerima penganutnya tetapi membiarkan saja, karena menguntungkan (misalnya dari segi keamanan dan ketenteraman) atau karena sikap acuh tak acuh terhadap agama.
2. Toleransi positif adalah sikap yang menolak isi ajaran dan pandangan agama dan keyakinan lain, namun menerima atau menghargai para penganutnya.
3. Toleransi ekumenis adalah sikap yang menerima dan menghargai baik isi ajaran agama dan keyakinan lain, pandangan dan para penganutnya, karena pengakuan bahwa di dalamnya ada nilai-nilai kebenaran yang dapat memperkaya dan memperdalam ajaran, pandangan, dan kepercayaan sendiri.
Toleransi sejati bukan sikap acuh tak acuh, tetapi didasarkan pada sikap hormat terhadap martabat setiap manusia, hati nurani serta keyakinan dan keikhlasan sesama manusia apapun agama atau pandangannya. Orang yang toleran dalam arti positif bersedia berdialog dengan sikap terbuka untuk mencari pengertian dan kebenaran, memperkaya pengalamannya sendiri dengan pengalaman orang lain tanpa mengorbankan prinsip-prinsip yang diyakini.
Toleransi akan membuahkan sikap hidup berdampingan secara damai, adanya kesejahteraan dalam hidup bersama, kehidupan yang utuh, jauh dari perpecahan, persatuan dan kesatuan terwujud sehingga mendukung kemajuan pembangunan dalam lingkungan masyarakat. Sebaliknya, jika tidak ada toleransi dalam kehidupan bersama maka hubungan masyarakat akan menjadi renggang atau bahkan terputus, karena adanya pihak-pihak yang ingin menang sendiri.
Toleransi dalam Ajaran Kristen
Toleransi merupakan sebuah konsep yang berulang kali dapat kita temukan di dalam Alkitab. Dalam Perjanjian Lama, bangsa Israel diminta untuk mengasihi orang asing yang tinggal bersama mereka (Ul. 10:18-19, Mzm.146:9, Im. 19:33-34). Istilah orang asing dalam teks ini menunjuk kepada orang asing yang telah meninggalkan bangsanya sendiri dan diam bersama Israel. Bagian Alkitab ini menunjukkan dengan jelas bagaimana perlakuan umat Allah yang semestinya terhadap kelompok yang berbeda dari mereka, yaitu dengan menyatakan kasih persaudaraan kepada mereka. Selain itu, ajaran Alkitab tentang imago Dei yaitu bahwa manusia segambar dan serupa dengan Allah (bdk. Kej. 1:26-27) adalah landasan yang tepat untuk pemahaman toleransi. Allah memang menghendaki semua umat manusia diperlakukan dengan penghormatan yang sama karena mereka mempunyai martabat yang sama sebagai manusia yang diciptakan menurut gambar Allah.
Dalam kitab Perjanjian Baru, konsep toleransi tampak dalam kisah muridmurid Tuhan Yesus yang menemukan orang-orang tertentu yang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang serupa dengan apa yang Tuhan Yesus lakukan.
Dalam Markus 9:38-40 dikisahkan bahwa Yohanes melaporkan kepada Yesus, “…kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi namaMu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” Tetapi apa jawab Yesus? Ia malah memerintahkan murid-murid-Nya untuk membiarkan orang itu. “Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku.
Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.” Sikap dan ajaran Tuhan Yesus mengenai toleransi juga tampak ketika Tuhan Yesus berhadapan dengan sikap para murid-Nya yang justru tidak memperlihatkan toleransi. Pada suatu kali Tuhan Yesus sedang mengajar dan banyak orang yang datang kepada-Nya sambil membawa anak-anak mereka yang masih kecil kepada Yesus (Luk. 18:15-16). Mereka ingin agar Tuhan menjamah anak-anak itu atau memberkati mereka. Melihat hal ini muridmurid marah. Mereka merasa kehadiran anak-anak itu mengganggu. Namun Yesus justru bersikap sebaliknya. Ia memerintahkan murid-murid-Nya untuk membiarkan anak-anak itu datang kepada-Nya. “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.” (Luk. 18:16).
Tuhan Yesus sendiri mengungkapkan perintah-Nya secara eksplisit kepada para murid dalam Matius 5:44, yaitu agar mereka mengasihi musuh dan mendoakan mereka yang menganiaya para murid. Musuh yang dimaksudkan pada konteks ini dapat dipahami sebagai orang yang tidak sepaham, sepandangan, sealiran, atau seagama dengan kita. Tentu hal ini tidak mudah dilakukan, akan tetapi satu-satunya alasan untuk mengasihi orang-orang tersebut ialah karena Allah juga memelihara setiap orang dalam anugerah-Nya. Dalam pengajaran Tuhan Yesus tentang kasih terdapat unsur pengakuan terhadap keterikatan umat manusia secara keseluruhan sebagai anak-anak Bapa. Kasih memikirkan yang baik bagi orang lain, bukan hanya mementingkan diri sendiri.
Pengajaran Tuhan Yesus mengenai kasih mempunyai implikasi terhadap kesamaan derajat semua manusia, termasuk hak dan penghormatan yang seharusnya dimiliki. Dengan demikian, pemahaman orang Kristen tentang toleransi seharusnya tidak hanya terbatas pada kesediaan untuk bersabar terhadap praktik iman dan kepercayaan orang lain, tetapi juga memberikan penghormatan yang tulus kepada mereka yang berbeda dari kita. Dengan bertoleransi kita memberikan penghormatan terhadap hak seseorang untuk berpegang teguh pada suatu pandangan, walaupun kita tidak harus menyetujui isi pandangan itu.
Berkaitan dengan teladan Tuhan Yesus, maka sebagai orang Kristen, termasuk remaja, kita memiliki dasar yang kuat untuk toleran dengan semua orang. Sebagaimana Tuhan Yesus memandang bahwa semua orang sederajat di hadapan Allah, demikianlah kita juga harus memandang bahwa semua orang apapun latar belakangnya adalah setara. Sikap Tuhan Yesus yang toleran membuka cakrawala berpikir kita untuk menerima semua orang sebagai saudara. Kita tidak boleh menjadi orang yang sombong dan merasa paling benar di antara masyakarat, entah karena beragama Kristen, atau termasuk dalam kelompok mayoritas. Sikap kasih yang diajarkan dan diperintahkan Tuhan Yesus menjadi dasar dan fondasi untuk bersikap toleran, dengan tidak membeda-bedakan sesama, dan tidak merendahkan orang yang berbeda dengan kita.
Melihat Kembali Apa yang Telah Dipelajari
Toleransi dalam kehidupan beragama sangatlah penting. Sikap toleransi tidak hanya dikembangkan di gereja dan masyarakat, namun juga di sekolah. Dalam pelajaran-pelajaran Agama Kristen di sekolah selalu ditekankan pentingnya kita hidup bertoleransi dengan sesama kita yang berbeda. Berbagai masalah yang melanda kehidupan kita sebagai suatu bangsa, khususnya sejak pergantian rezim pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi, terjadi justru karena toleransi tidak dihargai dan dijunjung tinggi, yang muncul malah eksklusivisme dan fanatisme sempit terhadap agama sendiri. Hal ini menyebakan timbulnya berbagaai konflik, perselisihan,, perpecahan berkepanjangan yang telah memakan banyak korban.
Beberapa hal yang perlu dikembangkan oleh remaja untuk memiliki sikap hidup toleran adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan saling pengenalan secara mendalam. Dengan berjumpa dan mengenal orang-orang yang berbeda dengan kita, akan muncul pemahaman pada diri kita mengapa orang-orang dengan agama tertentu melakukan praktik keagamaan tertentu. Misalnya, mengapa orang Islam melakukan salat lima kali sehari? Mengapa mereka berpuasa pada bulan Ramadan? Mengapa orang Hindu di Bali mempersembahkan sesajen setiap hari? Memahami tidak berarti kita harus menyetujui apa yang orang lain percayai dan lakukan. Namun dengan mengenal mereka, kita akan mampu membangun pemahaman pada diri kita sendiri, dan pada gilirannya akan mampu menghargai praktik-praktik yang berbeda itu. Kalau dimungkinkan dicari titik temu, sebagai sikap peduli kepada sesama.
2. Mengembangkan sikap saling menghargai. Hal ini terjadi karena mengakui bahwa setiap agama mempunyai keistimewaan atau keunikan. Dengan demikian sikap toleran juga merupakan suatu sikap yang terus-menerus mau belajar dari orang lain, sehingga akan terjadi proses memperkaya dan mengembangkan diri. Dengan demikian remaja akan terhindar dari sikap mau menang sendiri, egois, sombong, dan sikap merendahkan orang lain, bahkan juga menghindarkan diri dari tindak kekerasan terhadap orang yang berbeda pemahaman dan keyakinan.
3. Mengembangkan rasa saling percaya dalam kemajemukan. Saling pengenalan akan berkembang lebih jauh kepada kesadaran tentang kesetaraan dan keadilan. Hal ini selanjutnya akan melahirkan rasa saling percaya yang dapat menolong kita memperkuat kehidupan komunitas.
Sikap rasa saling percaya ini memungkinkan adanya kerja sama dengan orang yang berbeda. Untuk itu diharapkan ada kejujuran, ketulusan, tanggung jawab, agar dapat dipercaya oleh orang lain. Rasa saling percaya akan mengikis prasangka, mudah curiga, pandangan yang stereotipikal, dan sebaliknya akan menumbuhkan sikap rasional dan toleransi.
Remaja masih dalam tahap transisi dari masa kanak-kanak menuju kepada tahap kedewasaan. Oleh karena itu perlu diingat agar sikap toleransi tidak membuat remaja mengalami kebimbangan, namun dengan memperkuat pemahaman tentang ajaran kristiani dan mengembangkan kehidupan spiritualitas dengan Tuhan, remaja akan memiliki identitas kristiani yang kokoh dan tidak terombang ambing oleh angin pengajaran. Untuk itu kita dapat terus-menerus mempelajari, menggali, dan menghidupi iman yang dipercayainya. Dengan demikian akan ada keseimbangan antara memperkuat citra diri kristiani dan sikap memahami, menghargai serta mempercayai orang lain.
Perlunya Transformasi Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial yang utama adalah keluarga, sekolah, gereja, dan masyarakat sebagai lingkungan terdekat. Oleh karena itu, perlu adanya pembekalan dan pengembangan diri agar menjadi pribadi yang toleran dan dapat mengembangkan lingkungan. Dengan demikian, belajar bukan hanya sekadar menerima pengetahuan, namun juga ada kesempatan untuk menerapkannya bagi pengembangan dan pembaharuan lingkungan atau transformasi sosial.
Dengan sikap seperti itu diharapkan, dapat tercipta suatu lingkungan dan suasana belajar yang baik, yang diharapkan oleh semua pihak. Dalam suasana demikian akan berkembang suatu relasi antarsesama yang kondusif untuk memberikan suatu kontribusi yang positif bagi kelompok-kelompok keagamaan, bahkan juga kelompok-kelompok lain, misalnya kelompok etnik dan berbagai lain dalam masyarakat.
Belajar untuk bertoleransi bukan hanya sekadar teori namun juga perlu diterapkan di lingkungan sekitar kita. Hal itu sesungguhnya merupakan transformasi sosial. Ini sangat penting, karena pada hakikatnya setiap orang membutuhkan lingkungan yang damai dan inklusif, sehingga setiap individu maupun kelompok dapat merasa aman dan nyaman hidup dalam perbedaan atau kemajemukan. Setiap orang akan belajar memiliki kepekaan, toleransi, dan berusaha memahami ide-ide orang lain. Setiap orang membutuhkan kemampuan untuk melihat lingkungannya sebagai tempat kemajemukan, bahkan termotivasi untuk memanfaatkan perbedaan bagi kepentingan semua orang atau lingkungannya. Dalam keadaan seperti ini, interaksi dan pemahaman terhadap orang lain menjadi suatu kebutuhan bersama.
Kalau kamu dapat membangun sikap toleran di dalam dirimu, maka kamu berpotensi menjadi “agen perubahan sosial” yang memiliki komitmen pada transformasi masyarakat untuk menghapuskan jarak atau perbedaan yang ada. Bahkan lebih dari itu kamu dapat membangun masyarakat yang majemuk.
Beberapa komitmen tersebut dalam perspektif Kristen disebut sebagai Kaidah Emas, yang berbunyi, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Mat. 7:12).
Dalam kaidah seperti ini, semua bentuk egoisme mestinya ditolak, karena egoisme hanya akan menghalangi seseorang menjadi manusia yang bermartabat.
Beberapa komitmen untuk menuju kepada transformasi lingkungan, antara lain:
a. Komitmen pada budaya tanpa kekerasan dan menghargai kehidupan.
b. Komitmen kepada budaya solidaritas dan relasi yang setara serta adil.
c. Komitmen kepada budaya menghormati hak-hak asasi manusia dan kerja sama yang setara antarindividu.
d. Komitmen kepada budaya toleransi dan hidup dalam kebenaran.
Transformasi kesadaran akan membawa kita kepada transformasi lingkungan. Lingkungan kita tidak mungkin berubah apabila anggotaanggotanya menolak untuk berubah. Transformasi anggota lingkungan, individu maupun kelompok, sangat dibutuhkan agar perubahan yang positif dan menghadirkan perdamaian di lingkungan kita.
Pertanyaan:
1. Bagaimana kita dapat mewujudkan toleransi dalam kehidupan bersama?
2. Dalam aspek-aspek apa sajakah kita perlu bertoleransi?
3. Sebutkanlah tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan toleransi dalam kehidupan bersama!
Sumber: @© 2015 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
1 - jangan menghina agama yg lain
BalasHapus- jangan memaksakan orang mengikuti ajaran agama kita
2. Agama, suku, adat istiadat, budaya
3. toleransi dalam kehidupan sangatlah penting dikarenakan toleransi itu merupakan bntuk sikap menghargai antar sesama baik itu sesama agama ataupun antar negara. jdi tantangan yg dihadapi dlm menghadapi toleransi adalah adanya unsur Ketidakselaras dan keserasian diantara masyarakat dan jga adanya ketidak harmonisan diantara tetangga nya. solusinya ialah... dgn berperilaku ramah diantara masyarakat serta berperilaku Sopan dan juga tdk mengganggu ketentraman warga serta saling tolong menolong antar anggota masyarakat. jgn lupa ikuti dan jdikan yg terbaik
1. dengan cara menghargai dan menghormati perbedaan, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
BalasHapus2. Agama, suku, ras, budaya, adat istiadat
3. adanya unsur Ketidakselaras dan keserasian diantara masyarakat dan jga adanya ketidak harmonisan diantara tetangga nya, solusinya adala berperilaku ramah diantara masyarakat serta berperilaku Sopan dan juga tdk mengganggu ketentraman warga serta saling tolong menolong antar anggota masyarakat.
Keisya Aurellia Yonita
Hapus1.dengan cara berbuat baik , saling menolong dang salaing mengasihi
BalasHapus2.dalam semua aspek tidak memandang kasta atau agama suku bangsa
3.perbedaan pendapat
Ganesha Aldyon Simanjuntak
Hapus