ROH KUDUS MEMBAHARUI GEREJA - BAB 6 | PAK DAN BUDI PEKERTI - KELAS 10


ROH KUDUS MEMBAHARUI GEREJA

Dalam bagian ini kita telah belajar bagaimana gereja terbentuk melalui pekerjaan Roh Kudus yang dijanjikan dan diutus oleh Tuhan Yesus sendiri. Di bawah pimpinan Roh Kudus sendirilah gereja melaksanakan berbagai langkah pembaharuan yang diwujudkan antara lain di dalam sikap gereja yang terbuka terhadap banyak orang yang sebelumnya tersingkir atau ditolak oleh orang Yahudi pada zaman itu, seperti misalnya orang-orang asing (helenis), kaum perempuan, dan orang-orang kasim (orang kebiri). Penerimaan ini sendiri sudah diteladankan oleh Yesus Kristus melalui pelayanan-Nya yang tidak memilah-milah. Sebaliknya, dengan gamblang Yesus Kristus memperlihatkan keterbukaan-Nya kepada orang-orang ini, dengan sikapnya yang menerima dan mau mendekati mereka.

Gereja sebagai Komunitas Baru

Perubahan yang dahsyat terjadi pada waktu gereja perdana terbentuk. Dalam Kisah para Rasul 2 dikisahkan apa yang dialami oleh para murid Tuhan Yesus pada hari Pentakosta, yaitu hari Pencurahan Roh Kudus.

Ada banyak pembaharuan yang dialami oleh orang Kristen dalam gereja perdana dahulu. Misalnya, orang-orang Kristen perdana ternyata berubah dan tidak lagi memikirkan diri mereka sendiri saja. Mereka membagi-bagikan harta mereka untuk digunakan bersama. “Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing” (Kis. 2:44-45).

Taurat yang Ditulis di dalam Hati

Gereja adalah komunitas umat Allah yang diperbaharui. Para pengikut Kristus tidak lagi hidup berdasarkan perjanjian yang lama yang didasarkan pada Taurat, melainkan sebuah perjanjian yang baru, yang dimeteraikan Allah di dalam hati kita. Seperti yang dikatakan oleh Yeremia:  (Yer. 31:31-33).

Roh Kudus sebagai Agen Pembaharuan Gereja

Gereja perdana adalah komunitas yang diperbaharui sehingga komunitas itu tidak terjebak oleh belenggu hukum Taurat. Ketika banyak orang tertarik untuk menjadi pengikut Kristus, bahkan juga orang-orang yang berasal dari latar belakang non-Yahudi, Petrus menyatakan bahwa mereka tidak perlu dibebani dengan Taurat melainkan bisa langsung menerima Kristus dan menjadi Kristen. Dalam Kisah para Rasul 15:10-11

Karena itu, orang-orang Kristen baru itu kemudian diharuskan mengikuti peraturan sebagai berikut: “menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah.” (Kis. 15:20).

Gereja perdana itu akhirnya mengerti bahwa yang paling utama bukanlah apa yang tertulis di dalam hukum Taurat itu, melainkan jiwanya, yaitu tuntutan supaya umat Allah bertindak adil dan setia kepada Allah. Seperti dikatakan dalam Mikha 6:8, “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”

Komunitas yang Inklusif

1. Kehadiran Orang-orang Helenis

Selain kehadiran orang-orang dari berbagai latar belakang bahasa dan budaya itu, ternyata gereja perdana juga berisi orang-orang Helenis, yaitu orang-orang yang berbahasa Yunani, dan kemungkinan bukan orang keturunan Yahudi.

2. Keterbukaan terhadap Perempuan

Keterbukaan yang terjadi di gereja ternyata tidak terbatas pada kehadiran bangsa-bangsa lain. Kita juga melihat kehadiran kaum perempuan dalam kegiatan dan bahkan kepemimpinan gereja, padahal selama ini kaum perempuan sama sekali tidak mempunyai peran dalam kegiatan peribadatan di rumah-rumah sembahyang Yahudi. Dalam Kisah Para Rasul 16:14-15 dan 40 kita menemukan nama seorang perempuan yang berperanan besar dalam pelayanan Paulus, yaitu Lidia.

3. Keterbukaan kepada Kaum Marjinal

Siapa lagi orang-orang yang disambut sebagai bagian dari gereja perdana? Sebuah kisah yang pasti mengagetkan banyak jemaat di gereja perdana itu ialah ketika Filipus membaptiskan seorang sida-sida (orang kasim atau kebiri) dari Etiopia (Kis. 8:26-40). Sida-sida yang tidak kita kenal namanya ini adalah seorang pejabat pemerintah dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu Etiopia. Saat itu ia sedang kembali dari Yerusalem ke negerinya. Ia pergi ke Yerusalem untuk beribadah. Rupanya, meskipun ia seorang asing, sida-sida ini adalah seorang yang tergolong “orang yang takut akan Allah”, yaitu sebutan untuk mereka yang tidak bisa atau belum bisa sepenuhnya menjadi Yahudi karena belum dapat menjalankan semua perintah agama itu. Sebagai sidasida, orang ini tidak bisa menjadi bagian dalam umat Allah.

4. Keterbukaan kepada Kaum Marjinal

Siapa lagi orang-orang yang disambut sebagai bagian dari gereja perdana? Sebuah kisah yang pasti mengagetkan banyak jemaat di gereja perdana itu ialah ketika Filipus membaptiskan seorang sida-sida (orang kasim atau kebiri) dari Etiopia (Kis. 8:26-40). Sida-sida yang tidak kita kenal namanya ini adalah seorang pejabat pemerintah dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu  Etiopia. Saat itu ia sedang kembali dari Yerusalem ke negerinya. Ia pergi ke Yerusalem untuk beribadah. Rupanya, meskipun ia seorang asing, sida-sida ini adalah seorang yang tergolong “orang yang takut akan Allah”, yaitu sebutan untuk mereka yang tidak bisa atau belum bisa sepenuhnya menjadi Yahudi karena belum dapat menjalankan semua perintah agama itu. Sebagai sidasida, orang ini tidak bisa menjadi bagian dalam umat Allah.

5. Eksklusif vs Inklusif

Apa yang kita lihat dalam pelajaran ini adalah suatu bentuk perlawanan terhadap eksklusivisme atau ketertutupan. Gereja perdana adalah gereja yang inklusif, artinya gereja itu terbuka, tidak membeda-bedakan orang. Bahkan terhadap orang-orang yang dalam masyarakat Yahudi biasanya diasingkan, ditolak, dan dijauhi orang banyak pun gereja membuka dirinya lebar-lebar. Di kalangan orang Yahudi dahulu ada sebuah doa yang dapat menggambarkan sikap yang eksklusif, atau bahkan patriarkal (=menganggap laki-laki sebagai penguasa tertinggi).

6. Sikap Tuhan Yesus

Sikap Tuhan Yesus terhadap orang-orang yang marjinal justru bertolak belakang dengan hukum-hukum Taurat Israel. Yesus lebih mencerminkan keterbukaan Allah seperti yang digambarkan dalam Kitab Yesaya yang dikutip di atas. Misalnya, Tuhan Yesus pun dikecam para ahli Taurat dan orang Farisi karena Ia menembuhkan orang yang sakit pada hari Sabat – yang dianggap  sebagai pelanggaran terhadap hukum Taurat. Sementara itu, mereka justru tidak akan segan-segan menyelamatkan lembu mereka yang terperosok ke dalam sumur, meskipun pada hari Sabat (Luk. 14:2-5)

Kalau harus melakukan perbuatan baik, Yesus tidak mau menunggu sampaiSabat berlalu. Ia akan segera menyembuhkan orang yang sakit itu, karena Ia tahu orang itu membutuhkannya. Dalam Markus 2:27 Tuhan Yesus kepada orang banya, “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat.”

Terhadap orang kusta, Yesus tidak segan-segan menyentuhnya dan menyembuhkannya. Perempuan yang mengalami pendarahan selama 12 tahun, yang menurut hukum Taurat harus dianggap najis, dibiarkan menjamahNya dan perempuan itu menjadi sembuh. Kalau Tuhan Yesus tidak segan-segan menghampiri orang-orang yang tersingkirkan oleh masyarakatnya, kaum marjinal, maka komunitas yang Tuhan Yesus ingin¬kan pun tentunya adalah komunitas yang inklusif, terbuka bagi setiap orang, apapun juga latar belakang ras, etnis, kelas sosial, bahkan juga kondisi fisiknya. Kedekatan Yesus terhadap perempuan Samaria dan perempuan Kanaan – kedua-duanya orang-orang bukan Yahudi dan pemberitaan Injil kepada sida-sida Etiopia ini adalah gambaran yang diberikan oleh Lukas, si penulis Kisah para Rasul, untuk melukiskan betapa terbukanya gereja kepada semua orang. Dalam Galatia 3:26-29.

Gereja yang Terus-menerus Diperbaharui

Para reformator di Abad Pertengahan mempunyai semboyan, Ecclesia reformata, ecclesia semper reformanda. Artinya, gereja yang telah diperbaharui harus terus menerus memperbaharui dirinya. Dengan kata lain, tidak cukup pembaharuan yang terjadi sekali di masa Peter Waldo, Jan Hus, Martin Luther, atau Yohanes Calvin. Pembaharuan harus terus-menerus terjadi, karena gereja harus terus bertumbuh, berubah menjadi lebih baik, dan berusaha menjawab tantangan-tantangan baru di dalam masyarakatnya.

Mahatma Gandhi, seorang tokoh kemerdekaan India, di masa mudanya pernah berniat pergi ke gereja untuk ikut beribadah. Gandhi telah banyak membaca Alkitab, khususnya kitab Injil Matius. Dia ingin sekali berkenalan dengan Yesus yang diakui sebagai Tuhan oleh orang Kristen. Gandhi sangat terkesan oleh ajaran-ajaran Yesus yang dirasakannya begitu luhur dan agung.

Malangnya, saat itu ia hidup dan bekerja di Afrika Selatan dan pemerintah negara itu mempraktikkan politik apartheid, yaitu politik diskriminasi rasial. Orang kulit berwarna dilarang bergaul dengan orang kulit putih. Mereka dilarang memasuki gedung-gedung atau tempat-tempat yang khusus disediakan untuk orang-orang kulit putih. Mereka pun dilarang menikah dengan orang kulit putih. Orang yang berani melanggar aturan-aturan ini akan dihukum dan dijebloskan ke dalam penjara.

Ketika Gandhi berkunjung ke gereja orang kulit putih di Afrika Selatan, ia ditolak karena warna kulitnya. Gandhi kecewa. Dr. E. Stanley Jones, seorang misionaris di India, pernah bertanya kepada Gandhi, “Tn. Gandhi , meskipun Tuan banyak kali mengutip kata-kata Kristus, mengapa tampaknya Tuan menentang keras untuk menjadi pengikut-Nya?” Gandhi menjawab, “Oh, I don’t reject your Christ. I love your Christ. It’s just that so many of you Christians are so unlike your Christ.” Artinya, “Oh, aku tidak menolak Kristusmu. Aku mengasihi Kristusmu. Tapi begitu banyak dari kalian orang Kristen yang sangat berbeda dengan Kristusmu.”

Pertanyaan:

1. Pembaharuan yang terjadi di dalam gereja adalah hasil pekerjaan Roh Kudus. Pembaharuan apakah yang pernah terjadi di dalam gereja kamu?

2. Menurut kamu, apakah di masa kini masih ada orang-orang yang ditolak masuk ke dalam gereja, atau ditolak bergabung menjadi anggota gereja? Apakah mereka ini orang-orang yang berlatar belakang suku yang lain, kelas ekonomi yang lebih rendah, atau mereka yang dianggap mengalami “kelainan”?

Komentar

  1. 1. Pembaruan secara roh kudus adalah pembaharuan yang berkaitan dengan kainos. Roh kudus bekerja membaharui orang percaya. Orang yang sudah menerima pemandian kelahiran kembali atau disebut baptisan itu perlu dibaharui oleh Roh kudus agar dapat bertumbuh dalam iman dan pada usia dewasa mau dan mampu meninggalkan hidup yang lama dan menjalani hidup secara baru. Jadi,pembaruan gereja tidak hanya pada bagian luarnya saja misalnya gedung gereja yang dipakai untuk beribadah menjadi semakin besar dan indah. Tetapi pembaharuan gereja yang utama dalam hal kesetiaan,pendekatan,bersungguh sungguh dalam kasih kepada Tuhan dan berbuat baik kepada oranglain. Maka lakukan pembaruan tidak hanya pada pada lingkungan sekitar tetapi lakukan pembaruan roh kudus terhadap diri sendiri.

    2. Sebenarnya tidak ada karena pada jaman sekarang semua orang yang seiman diperbolehkan beribadah digereja walaupun sebenarnya beribadah digereja lain dan tuhan pun menerima kita. Tetapi terkadang di beberapa gereja lainnya misalnya ada seseorang yang sebelumnya berbuat tidak baik dan jarang bergeraja. tetapi ketika dia mulai bergereja maka dia dipandang aneh dan rendah oleh oranglain padalah oranglain tidak tau bahwa sebenarnya dia ingin bertobat dan merubah diri menjadi lebih baik. Maka kita sebaiknya tidak memandang rendah oranglain berdasarkan latar belakangnya tetapi bantulah mereka agar mendapatkan yang sepantasnya dan agar mereka dapat merubah diri menjadi lebih baik lagi.

    BalasHapus
  2. 1.Pembaruan secara roh kudus adalah pembaharuan yang berkaitan dengan kainos. Roh kudus bekerja membaharui orang percaya.
    2.Sebenarnya tidak ada karena pada jaman sekarang semua orang yang seiman diperbolehkan beribadah digereja walaupun sebenarnya beribadah digereja lain dan tuhan pun menerima kita.

    BalasHapus

Posting Komentar