Iman Kristen dan Pancasila: Belajar dari Tokoh T.B. Simatupang dan Eka Darmaputera - Bab 8 | PAK Kelas 11 - 2025
> Iman Kristen dan Pancasila: Belajar dari Tokoh T.B. Simatupang dan Eka Darmaputera

Baca dan Renungkan: Matius 22:39; Roma 14:13–23
Kehadiran gereja dalam sebuah negara tentu sangat penting. Salah satu
cara hadir gereja dalam negara adalah melalui aktivitas para tokoh yang
pemikirannya diserap dan digunakan untuk pembangunan bangsa.
Oleh karena itu, gereja patut bersyukur atas kehadiran banyak orang
dalam negara ini, di antaranya T.B. Simatupang dan Pdt. Dr. Eka Darmaputera,
dua anak bangsa dan benih gereja yang telah memberi kontribusi bagi negara.
Pemikiran mereka tentang iman Kristen dan Pancasila serta solidaritas dalam
pluralitas menjadi sumber berharga bagi gereja dan bangsa.
Belajar tentang dua tokoh yang menghubungkan antara iman Kristen dan
Pancasila. Kedua tokoh tersebut tidak hanya terkenal di Indonesia, tetapi juga
di dunia. Sekalipun mereka berkarya pada dua “dunia” yang berbeda, keduanya
berjumpa pada satu visi dan misi yang sama, yakni membangun Indonesia yang
majemuk dengan landasan Pancasila.
Indonesia telah diberkati dengan tokoh-tokoh Kristen yang memiliki karya
yang besar? Nama-nama pahlawan seperti Christina Martha Tiahahu dari Maluku,
Alexander Andries Maramis dari Sulawesi Utara (atau biasa dikenal dengan nama
A.A. Maramis) yang menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) dan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), bahkan
pernah menjadi menteri keuangan yang menandatangani uang pertama Indonesia,
yakni Oeang Republik Indonesia.
Nama lain yang juga harus kalian kenali adalah Kapitan Pattimura dari
Maluku, Wilhelmus Zakaria Johannes sebagai “Bapak radiologi pertama Indonesia”
yang juga pernah menjadi anggota Badan Pekerja Komite Indonesia Pusat, yang
kemudian menjadi KNIP. Sebagai dokter yang andal, beliau juga pernah menjabat
sebagai presiden (sekarang rektor) Universitas Indonesia. Nama beliau sering
melekat di Rumah Sakit untuk mengenang jasa dan karya beliau. Putra asli Pulau
Rote, NTT, ini berkarya terus sekalipun pernah mengalami kelumpuhan kaki.
Kerangka pemikiran kedua tokoh ini dituangkan untuk menjawab realitas
Indonesia yang majemuk (beragam, pluralis) tersebut. Untuk itu, dibutuhkan
sikap toleransi terhadap kehidupan bangsa yang harus dibangun bersama
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dari
dalamnya perlu dibangun sikap solidaritas terhadap semua orang mengingat banyak
sekali perbedaan. Jika solidaritas tidak dibangun, kemajemukan atau pluralitas
dapat terus-menerus berbenturan dan tidak akan dicapai kesatuan yang
diharapkan.
Jenderal T.B. Simatupang
Tahi Bonar Simatupang (T.B. Simatupang) atau biasa dipanggil Pak Sim
adalah sosok penting dalam perjalanan negara dan gereja. Beliau lahir di
Sidikalang, Sumatera Utara, pada 28 Januari 1920. Beliau meniti karier sebagai
tentara dengan bergabung di Tentara Keamanan Rakyat atau TKR (sekarang Tentara
Nasional Indonesia atau TNI) dan mencapai puncak kepemimpinan sebagai Kepala
Staf Angkatan Perang (KASAP) Republik Indonesia pada tahun 1950, ketika usia
beliau masih 29 tahun dengan pangkat bintang tiga atau letnan jenderal. Ini
merupakan sebuah prestasi luar biasa bagi seorang yang masih muda belia dengan
jabatan dan bintang yang sangat tinggi. Jabatan ini diembannya karena wafatnya
Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Dalam seluruh pemikirannya, T.B. Simatupang dipengaruhi oleh tiga tokoh
Karl, yakni Carl von Clausewitz yang memberinya inspirasi dalam strategi
militer, Karl Barth, sang teolog Protestan terkemuka abad ke-20, dan Karl Marx,
seorang filsuf, ekonom, politisi, dan sosiolog dari Jerman. Pemikiran mereka
sangat memengaruhi cara T.B. Simatupang dalam menentukan arah pikirannya. 88 |
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas XI Gambaran lain
tentang Pancasila dikemukakan oleh T.B. Simatupang. Hampir seluruh kajian dan
pemikirannya dicurahkan untuk membangun Indonesia dalam ideologi Pancasila itu.
Bagi T.B. Simatupang, Pancasila memiliki daya tarik dan emosionalnya
tersendiri. Pancasila adalah sebuah ideologi, sekaligus pandangan hidup (Simatupang
1996, 10). T.B. Simatupang juga menegaskan bahwa Pancasila telah memberikan
banyak inspirasi. Orang-orang Kristen dapat memahami kelima sila Pancasila,
khususnya sila pertama, dengan keyakinan bahwa di dalam keyakinan kepada Allah,
sebenarnya orang-orang dapat melakukan dialog secara terbuka dan terusmenerus
dengan sikap saling menghargai demi tanggung jawab bersama (Simatupang, 1984,
12–13). Sumbangsih T.B. Simatupang bagi perkembangan gereja pun sungguh sangat
banyak. Di samping sebagai seorang jenderal, beliau juga pernah menjabat
sebagai ketua Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) atau yang kalian kenal
sekarang dengan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Sumbangsih
pemikiran beliau bagi negara dan gereja sungguh-sungguh patut mendapat acungan
jempol. Jenderal T.B. Simatupang menuangkan pikiran dan sumbangsihnya melaui
tulisan dan berbagai ceramah, baik untuk bangsa maupun untuk gereja, di dalam
dan di luar negeri. Sebagai sosok yang banyak berkutat di dunia militer, Pak
Sim tidak pernah berhenti berjuang. Ia terus-menerus menulis pada berbagai
media cetak (surat kabar) yang merupakan salah satu media untuk memberdayakan
masyarakat selain televisi yang saat itu hanya ada satu di Indonesia, yakni
Televisi Republik Indonesia (TVRI), dan radio. Pemikirannya yang brilian banyak
dituangkan dalam media nasional maupun internasional. Di samping aktif dalam
lembaga gereja di aras nasional dan internasional, Pak Sim juga aktif di dunia
pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Aktivitasnya di Universitas Kristen
Indonesia memberi ruang bagi beliau untuk terus berkiprah dan menuangkan
gagasannya untuk membangun Indonesia dan tentu juga gereja di dalamnya.
Pdt. Dr. Eka Darmaputera.
Beliau adalah aktivis nasional yang menginspirasi gereja-gereja untuk
memahami keterkaitan antara gereja dan negara. Bagi Pak Eka (demikian beliau
biasa disapa), gereja harus hadir dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Pdt. Eka, yang lahir di Mertoyudan, Magelang, pada 16 November 1942 ini
benar-benar konsisten dalam memperjuangkan kehadiran gereja dalam negara.
Kiprah dan pelayanan Pdt. Eka sangat luar biasa. Beliau aktif sebagai ketua
Senat Mahasiswa saat masih kuliah dan anggota Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia. Di usia yang sangat belia, masih sekitar 27 tahun, beliau menjadi
ketua Moderamen Sinode Gereja Kristen Indonesia Jawa Barat, sebuah jabatan
tertinggi di sinode sebuah gereja, juga menjadi dosen di almamaternya, Sekolah
Tinggi Teologi Jakarta (sekarang dikenal dengan nama Sekolah Tinggi Filsafat
Theologi Jakarta).
Eka Darmaputera memberikan perhatian sangat besar pada Pancasila dengan
disertasinya, yang telah dibukukan dengan judul Pancasila: Identitas dan
Modernitas. Dalam buku itu Eka Darmaputera menekankan bahwa Pancasila
adalah sebuah ideologi yang sangat diperlukan oleh masyarakat
Indonesia yang majemuk karena ideologi ini bersifat inklusif
(terbuka).
Sebagai masyarakat majemuk, Indonesia membutuhkan Pancasila yang
sungguh-sungguh merangkul kebersamaan tersebut. Bagi Eka Darmaputera, rangkulan
dan kebersamaan dalam negara Pancasila ini harus benar-benar diwujudkan dalam
kebebasan memeluk agama bagi seluruh masyarakat yang ditegaskan dalam UUD 1945
Pasal 29, dan karenanya kebebasan itu harus dijamin (Darmaputera 1997,
110–111).
Adalah sosok yang mengembangkan pemikiran ekumenis. Bagi Pak Eka,
realitas Indonesia yang majemuk harus diisi dengan pemikiran kebersamaan
melalui dialog dan kerja sama antarumat beragama. Gagasan ini kemudian
dituangkannya dalam sebuah komunitas yang melahirkan Dian/Interfidei, sebuah
organisasi antariman yang berdomisili di Kaliurang, Sleman, Yogyakarta.
Aktivitas Pak Eka yang memberi perhatian pada realitas kebersamaan di
Indonesia telah memikat seminari teologi di Princeton, Amerika Serikat yang
menganugerahinya Kuyper Prize for Excelence in Reformed Theology and Public
Life, sebuah penghargaan yang sampai saat ini terus diberikan kepada para
teolog Indonesia atas berbagai karya yang mereka kembangkan.
Pertanyaan:
1. Dari kisah dua tokoh di atas, tuliskan pemahaman kalian tentang
keterkaitan antara iman Kristen dengan Pancasila!
2. Apa yang menjadi landasan pemikiran T.B Simatupang dan Pdt. Dr. Eka
Darmaputera menyikapi iman, kemajemukan, dan toleransi dan Pancasila?
1. Dari kisah dua tokoh di atas, keterkaitan antara iman Kristen dengan Pancasila dapat dipahami sebagai upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dengan ideologi negara. T.B. Simatupang dan Pdt. Dr. Eka Darmaputera menunjukkan bahwa iman Kristen dapat berjalan seiring dengan Pancasila dalam membangun bangsa yang majemuk. Mereka menekankan pentingnya dialog dan saling menghargai antarumat beragama, serta bagaimana nilai-nilai Kristen dapat mendukung prinsip-prinsip Pancasila, terutama dalam hal kemanusiaan dan keadilan sosial.
BalasHapus2. Landasan pemikiran T.B. Simatupang dan Pdt. Dr. Eka Darmaputera dalam menyikapi iman, kemajemukan, toleransi, dan Pancasila adalah keyakinan bahwa Pancasila sebagai ideologi negara dapat merangkul keberagaman dan mempromosikan kebersamaan. T.B. Simatupang melihat Pancasila sebagai pandangan hidup yang dapat menginspirasi dialog terbuka dan saling menghargai. Sementara itu, Eka Darmaputera menekankan pentingnya Pancasila sebagai ideologi inklusif yang mendukung kebebasan beragama dan kerjasama antarumat beragama. Keduanya percaya bahwa dengan toleransi dan solidaritas, kemajemukan Indonesia dapat menjadi kekuatan untuk mencapai kesatuan dan pembangunan bangsa.
1.keterkaitan antara iman Kristen dengan Pancasila dapat dipahami sebagai upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dengan ideologi negara. T.B. Simatupang dan Pdt. Dr. Eka Darmaputera menunjukkan bahwa iman Kristen dapat berjalan seiring dengan Pancasila dalam membangun bangsa yang majemuk. Mereka menekankan pentingnya dialog dan saling menghargai antarumat beragama, serta bagaimana nilai-nilai Kristen dapat mendukung prinsip-prinsip Pancasila, terutama dalam hal kemanusiaan dan keadilan sosial.
BalasHapus2bahwa Pancasila telah memberikan banyak inspirasi. Orang-orang Kristen dapat memahami kelima sila Pancasila, khususnya sila pertama, dengan keyakinan bahwa di dalam keyakinan kepada Allah, sebenarnya orang-orang dapat melakukan dialog secara terbuka dan terusmenerus dengan sikap saling menghargai demi tanggung jawab bersama (Simatupang, 1984, 12–13). Sumbangsih T.B. Simatupang bagi perkembangan gereja pun sungguh sangat banyak. Di samping sebagai seorang jenderal, beliau juga pernah menjabat sebagai ketua Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) atau yang kalian kenal sekarang dengan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
1. Keterkaitan antara iman Kristen dan Pancasila:
BalasHapusIman Kristen dan Pancasila saling mendukung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila mencakup nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran Kristen, seperti menghormati Tuhan dan menghargai martabat setiap manusia. Pancasila memberi ruang bagi umat Kristen untuk beribadah sesuai keyakinannya, tanpa mengganggu kebebasan orang lain. Dalam konteks Indonesia yang plural, Pancasila bisa menjadi dasar untuk hidup berdampingan dengan menghormati perbedaan, sebagaimana yang diajarkan oleh gereja.
2. Landasan pemikiran T.B. Simatupang dan Pdt. Eka Darmaputera:
T.B. Simatupang memandang Pancasila sebagai dasar untuk menjaga kerukunan dalam keragaman Indonesia. Beliau menekankan pentingnya sikap saling menghargai dan dialog antarumat beragama. Sedangkan Pdt. Eka Darmaputera melihat Pancasila sebagai ideologi yang mengakui keberagaman dan menjamin kebebasan beragama. Beliau menekankan pentingnya dialog dan kerja sama antarumat beragama untuk membangun kebersamaan dan toleransi dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Kedua tokoh ini mengajarkan bahwa Pancasila adalah landasan untuk hidup harmonis dalam keberagaman.
1. T.B. Simatupang
BalasHapusSimatupang, seorang tokoh militer dan intelektual Kristen, berpandangan bahwa Pancasila adalah "rumah bersama" bagi selurh rakyat Indonesia, tanpa memandang suku, agama, ras, atau golongan. Sebagai seorang Kristen, ia meyakini bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, seperti Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sejalan dengan ajaran Kristen.
- Eka Darmaputera
Darmaputera, seorang teolog dan tokoh gereja, menekankan bahwa iman Kristen harus diwujudkan dalam tindakan nyata, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. la mengajak umat Kristen untuk menjadi warga negara yang baik, yang taat pada hukum dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Menurutnya, Pancasila adalah sarana yang tepat untuk mewujudkan nilai-nilai Kristen dalam konteks Indonesia yang majemuk.
2. Landasan Pemikiran Pdt. Dr. Eka Darmaputera
Kemajemukan sebagai Karunia Tuhan: Darmaputera, seorang teolog dan tokoh gereja, menekankan bahwa kemajemukan bangsa Indonesia adalah karunia
Tuhan yang harus disyukuri dan dirawat.
Toleransi sebagai Wujud Iman: Toleransi, baginya, adalah wujud dari iman Kristen yang menghargai perbedaan dan kesetaraan antar manusia.
Pancasila sebagai Ideologi Inklusif: la berpendapat bahwa Pancasila adalah ideologi yang paling tepat bagi masyarakat Indonesia yang majemuk, karena bersifat inklusif dan tidak diskriminatif.
Kontribusi Positif: la mengajak umat Kristen untuk menjadi warga negara yang baik, yang taat pada hukum dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
- Landasan Pemikiran T. B Simatupang
Pancasila sebagai "Rumah Bersama": Simatupang, seorang tokoh militer dan intelektual Kristen, berpandangan bahwa Pancasila adalah "rumah bersama" bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa memandang suku, agama, ras, atau golongan.
Keselarasan Nilai: Sebagai seorang Kristen, ia meyakini bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, seperti Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sejalan dengan ajaran Kristen.
Wujud Konkret Iman: Baginya, iman Kristen harus diwujudkan dalam tindakan nyata, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
1.Dari kisah dua tokoh di atas,keterkaitan antara iman Kristen dengan Pancasila dapat dipahami sebagai upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dengan ideologi negara. T.B. Simatupang dan Pdt. Dr. Eka Darmaputera menunjukkan bahwa iman Kristen dapat berjalan seiring dengan Pancasila dalam membangun bangsa yang majemuk. Mereka menekankan pentingnya dialog dan saling menghargai antarumat beragama, serta bagaimana nilai-nilai Kristen dapat mendukung prinsip-prinsip Pancasila, terutama dalam hal kemanusiaan dan keadilan sosial.
BalasHapus2.Landasan Pemikiran Pdt. Dr. Eka Darmaputera
Kemajemukan sebagai Karunia Tuhan: Darmaputera, seorang teolog dan tokoh gereja, menekankan bahwa kemajemukan bangsa Indonesia adalah karunia
Tuhan yang harus disyukuri dan dirawat.
Toleransi sebagai Wujud Iman: Toleransi, baginya, adalah wujud dari iman Kristen yang menghargai perbedaan dan kesetaraan antar manusia.
Pancasila sebagai Ideologi Inklusif: la berpendapat bahwa Pancasila adalah ideologi yang paling tepat bagi masyarakat Indonesia yang majemuk, karena bersifat inklusif dan tidak diskriminatif.
Kontribusi Positif: la mengajak umat Kristen untuk menjadi warga negara yang baik, yang taat pada hukum dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
Landasan Pemikiran T. B Simatupang
Pancasila sebagai "Rumah Bersama": Simatupang, seorang tokoh militer dan intelektual Kristen, berpandangan bahwa Pancasila adalah "rumah bersama" bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa memandang suku, agama, ras, atau golongan.
Keselarasan Nilai: Sebagai seorang Kristen, ia meyakini bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, seperti Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sejalan dengan ajaran Kristen.
Wujud Konkret Iman: Baginya, iman Kristen harus diwujudkan dalam tindakan nyata, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.