KEUGAHARIAN - Bab 12 | PAK Kelas 12 - 2025

> KEUGAHARIAN


Baca dan Renungkan: Kisah Para Rasul 2:4-5

Keugaharian adalah gaya hidup sederhana, tidak berlebihan, dan mampu mengendalikan diri. Keugaharian juga dapat diartikan sebagai penguasaan diri. 

Ciri-ciri keugaharian 

  • Tidak berlebih-lebihan dan tidak berkekurangan
  • Menolak godaan promosionalisme, terutama iklan yang tampil dimana-mana
  • Hidup dengan fokus pada kehidupan yang memiliki makna dan tujuan yang lebih tinggi
  • Menolak untuk hidup di luar kemampuan kita
  • Menyadari bahwa masih banyak orang membutuhkan sehingga mereka juga merasakan kecukupan

Keugaharian dalam agama

  • Agama mengajarkan manusia untuk hidup secara sederhana, tidak berlebihan dan boros 
  • Dalam pandangan iman Kristen, keugaharian adalah konsep hidup sederhana dan hidup berkecukupan 
  • Spiritualitas Keugaharian adalah sebuah jurnal yang membahas tentang gaya hidup sederhana sebagai respons terhadap gaya hidup hedonistis di era digital 

Kata ugahari dalam bahasa Yunani 

  • Dalam bahasa Yunani, keugaharian disebut Sophrosune, yang berasal dari akar kata Ugahari yang memiliki arti sederhana, pertengahan, sedang, serta kesehajaan 

Pengertian Ugahari

Keugaharian adalah sebuah kata yang berasal dari akar kata “ugahari” yang berarti “tengah”, “tengah”, “sederhana”. Dengan kata lain, dalam kata ini terkandung makna “tidak berlebihan”.

keugaharian adalah sebuah cara hidup yang siap untuk sederhana, meskipun misalnya seseorang sangat kaya raya. Cara hidupnya itu membuat orang dihormati dan dicintai oleh masyarakat, sebab ia tidak segan-segan berbagi karena ia tidak serakah.

Hidup keugaharian bukanlah hidup dalam kepura-puraan. Pura-pura tidak punya uang, purapura tidak bisa menolong sesama seperti halnya kehidupan yang dijalani oleh Yesus, (lih. Mat. 8:20; Luk. 9:58).

Contoh lain adalah kehidupan Yohanes Pembaptis yang lahir dari sebuah keluarga imam dan para nabi di Perjanjian Lama. Status Yohanes tidak membuat dia sombong dan hidup bermewah-mewah. Sebaliknya, ia hidup di padang gurun dengan pakaian dan makanan seadanya. Ia sadar, ada masih banyak orang yang kekurangan dalam hidupnya.

Calvinisme dan Keugaharian:

Max Weber (1864-1920), seorang pakar sosiologi dari Jerman, pernah melakukan penelitian tentang apa yang menyebabkan negara-negara di Eropa Barat – khususnya Jerman dan Belanda – menjadi begitu kaya. Menurut Weber, ini semua dimulai dari pertanyaan orang-orang Kristen di sana, “Bagaimana saya tahu bahwa saya selamat?

Pertanyaan ini didasarkan pada ajaran Yohanes Calvin, yang banyak diikuti banyak orang Kristen di kedua negara itu, bahwa kita tidak pernah tahu apakah kita selamat atau tidak. Pada masa hidupnya, 

Calvin juga pernah menghadapi pertanyaan yang sama. Jawaban yang diberikannya adalah “predestinasi”. Katanya, tujuan akhir hidup telah ditetapkan oleh Allah apakah seseorang akan selamat atau tidak, bahkan sejak saat ia masih di dalam kandungan ibunya. Masalahnya, itu adalah rahasia Allah, dan kita tidak akan pernah mengetahuinya. Jadi, apakah ada petunjuk-petunjuk yang akan menolong kita menemukan jawabannya?

Weber menyimpulkan bahwa orang-orang Kristen di Eropa Barat meyakini bahwa jawaban itu dapat ditemukan dalam hidup kita sendiri. Kalau kita berhasil di dalam berbagai usaha kita, maka itu tandanya Allah berkenan dengan kita. Artinya, kita selamat. Sebaliknya, bila kita terus-menerus gagal dalam usaha apapun juga, maka itu adalah tanda bahwa Allah tidak berkenan kepada kita.

Berdasarkan pemahaman ini, maka orang-orang Kristen di kedua wilayah itu pun berlomba-lomba untuk selalu berhasil di dalam usahausaha mereka. Untuk mencapai itu semua, mereka pun berusaha untuk hidup sehemat mungkin, mengenakan pakaian yang biasa-biasa saja, dan tidak perlu membeli banyak, sebab yang penting badan tertutup dan tidak kedinginan di musim dingin. 

Makanan juga secukupnya, yang penting menyehatkan tubuh. Mereka juga jarang sekali membeli dan mengenakan perhiasan. Inilah yang disebut Weber sebagai “worldly asceticism” (hidup sebagai pertapa di dunia).

Apa akibat dari semua itu? Tentu dengan usaha yang selalu sukses dan hidup yang sederhna, maka uang orang Kristen makin bertambah. Nah, uang tersebut kemudian dijadikan modal kerja untuk memperluas usahanya. Itulah yang dikatakan oleh Weber sebagai asal-usul hadirnya kapitalisme di dunia.

Yang menarik dari penelitian Weber ini adalah kenyataan bahwa orangorang Kristen Protestan di barat terbiasa hidup sederhana dan hemat. Akibatnya, banyak orang yang sering menganggap mereka kikir. 

Uang seribu rupiah pun sangat diperhitungkan. Uang kembalian 1 sen pun akan mereka tuntut. Mengapa? Karena mereka percaya bahwa semua yang kita miliki adalah kepercayaan yang diberikan Tuhan, yang harus kita jaga dengan hatihati dan pertanggungjawabkan.

Ugahari dalam kehidupan sehari-hari

Ugahari menunjuk kepada cara hidup yang secukupnya, yang didasarkan kepada pemahaman bahwa hidup sederhana sudah cukup. Orang yang hidup dengan asas keugaharian akan berusaha hidup sederhana, tidak bermewahmewah. 

Andaikata uangnya berlebih, maka uang itu akan disumbangkan kepada mereka yang berkekurangan, atau digunakan untuk membangun gedung-gedung untuk melayani masyarakat, seperti sekolah, rumah sakit, dll.

Ugahari bukanlah kehidupan yang penuh pura-pura, seperti yang kadang-kadang dilakukan oleh orangtua murid yang mendaftarkan anaknya ke sekolah swasta yang mahal. 

Sebagian sekolah itu mengenakan uang masuk yang berbeda-beda: yang kaya harus membayar lebih mahal, sementara yang sederhana bisa membayar lebih murah.

Tujuannya baik. Sekolah ingin supaya keluarga yang lebih mampu membantu yang kekurangan. Namun aturan ini sering disalahgunakan oleh orangtua calon murid. 

Supaya tidak perlu membayar mahal, walaupun mereka sesungguhnya mampu, sebagian orangtua murid datang ke sekolah dengan kendaraan umum seperti bajaj, dan sejenisnya. Pakaian mereka pun sangat sederhana, walaupun sehari-hari mereka biasa mengendarai mobil mewah dan berpakaian gemerlapan.

Hedonisme

Hedonisme adalah lawan kata dari keugaharian. Kita perlu memahami perbandingan ini, supaya kita lebih mengerti apa yang dimaksudkan dengan keugaharian.

Kata ‘hedonisme’ berasal dari kata Yunani kuno yang berarti ‘kesenangan’. Hedonisme, secara psikologis atau motivasional, menyatakan bahwa hanya kebahagiaan dan rasa sakit yang memotivasi kita. 

Hanya kebahagiaan yang berharga atau bernilai, dan hanya rasa senang akan mendorong seseorang untuk bekerja keras, sementara penderitaan atau ketidaksenangan akan membuat seseorang untuk malas berusaha dan berjuang.

Dengan pemahaman itu, maka banyak orang menganggap bahwa mengejar kebahagiaan adalah tujuan hidupnya satu-satunya. Hidupnya penuh dengan pesta, penghamburan uang untuk membeli berbagai barang mewah, perjalanan-perjalananan liburan ke luar negeri, dll.

Lihatlah orang-orang di sekitar kita yang gemar menghamburkan uang dengan makan-makan di restoran mahal atau berpesta pora setiap akhir minggu. Kalau ada hari libur dari hari Jumat hingga Minggu, sebagian dari mereka suka pergi ke Singapura, Jepang, atau Australia untuk liburan sejenak. 

Mereka suka memamerkan barang-barang mewah, seperti jam tangan mewah, tas-tas bermerek, pakaian mahal luar biasa, mobil-mobil yang mahal, dsb.

Hidup mewah seperti ini juga dilakukan oleh para pejabat, artis serta orang-orang yang disebut dalam media sebagai “cracy rich” . Untuk pejabat negara yang hanya hidup dari gaji, amat mengherankan jika hidup mewah karena kita tahu berapa gaji seorang abdi negara. Bahkan justeru abdi negara seharusnya menjadi teladan hidup hemat.

Lebih parah lagi, gaya hidup ini juga terjadi di kalangan sejumlah pendeta. Beberapa waktu yang lalu, internet dihebohkan oleh artikel tentang “pastor in style” atau pendeta gaya hidupnya mewah. 

Ada dari mereka yang beranggapan bahwa kita tidak boleh iri dengan orang lain, “… termasuk dengan pendeta kita sendiri. Kalau ada pendeta yang pakai barang branded, dengan jam yang harganya puluhan juta, mobil sport milyaran, sepatu, dengan dandanan yang mahal, ya kita nggak boleh iri dengan mereka. 

Sebab Alkitab mengatakan demikian,” katanya. Lalu ia mengutip ayat dari Amsal 10:22, yang berbunyi, “Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” (Jawaban.com. 1 Okt. 2019). Pendeta itu melanjutkan, “… saya katakan, itu berkat bagi pendeta itu sendiri dan saya bangga dengan pendeta itu. Karena pendeta itu bisa pakai barang bagus, bisa pakai baju bagus, mobil bagus, dia mendapatkan anugerah dari Tuhan.” . 

Apakah kalian setuju dengan pernyataan seperti itu? Coba kalian bandingkan dengan cara hidup Yesus, Rasul Paulus dan Yohanes Pembaptis?. Pendeta yang adalah “hamba Tuhan” adalah teladan bagi jemaatnya, khususnya dalam hal hidup hemat. Di daerah-daerah masih banyak pendeta yang hidup berkekurangan namun mereka suka cita melayani dan jemaat berupaya sebisa mungkin unutk menopang kehidupan finansial pendetanya.

Latar Belakang Alkitab

Alkitab penuh dengan anjuran untuk hidup sederhana.

Pembelaan terhadap orang-orang miskin juga dikaitkan dengan sikap bijaksana. Kitab Amsal 29:8 mengatakan, “Orang benar mengetahui hak orang lemah, tetapi orang fasik tidak mengertinya.” Ada banyak sekali ayat di dalam Alkitab yang bicara tentang orang-orang miskin, orang lemah dan tertindas. Melalui Alkitab kita tahu bahwa Allah ingin supaya kita memperhatikan, membela, dan kemudian mengangkat harkat mereka agar tidak lagi menderita di dalam kemiskinannya

Dalam Keluaran 22:22 muncul larangan agar bangsa Israel tidak menindas para janda dan anak yatim. Bila mereka melakukan itu, TUHAN Allah mengancam mereka semua mati, hingga istri dan anak-anak mereka akan menjadi janda dan anak yatim. Kata-kata dalam Keluaran ini digaungkan kembali dalam Mazmur 109:9-15 kutukan yang sangat mengerikan.

Dalam Kitab Ulangan pun kita menemukan peringatan atas bangsa Israel agar mereka tidak mengabaikan para janda dan anak yatim, “Terkutuklah orang yang memperkosa hak orang asing, anak yatim dan janda. Dan seluruh bangsa itu haruslah berkata: Amin!” (Ul. 27:19) Begitulah hebatnya hukuman yang dijatuhkan oleh TUHAN kepada orang-orang yang tidak memperhatikan hidup para janda dan anak yatim, yang hanya bisa terjadi ketika orang banyak hidup bermewah-mewah dan tidak peduli terhadap mereka.

Tuhan Yesus merujuk kepada janda dalam ajaran-Nya. Dalam Markus 12, Yesus mengecam orang-orang Farisi yang suka menelan rumah dari para janda (ay. 40) dan memuji seorang janda yang hanya memberikan persembahan 2 peser atau 1 duit ke dalam kotak persembahan. Kata-Nya, “… janda ini memberi dari kekurangannya, sementara yang lain memberi dari kelebihannya (21:4)”. Uang dua peser di masa Yesus itu, nilainya kira-kira Rp. 1.600 di masa kini.

Jumlah ini sangat sedikit. Tapi hanya itu yang sanggup ia berikan. Mungkin sekali, ia tidak tahu apa yang akan dimakannya besok, namun kepasrahannya kepada Allah membuat ia rela memberikan sebagian hartanya yang sangat sedikit. Itulah sebabnya Yesus sangat memuji dia.

Dalam Lukas 16:19-31, Yesus menceritakan perumpamaan tentang orang kaya yang pakaiannya sangat mewah dan selalu berpesta pora. Sementara itu, di depan rumahnya ada Lazarus yang miskin. Setiap hari ia duduk di depan rumah si kaya yang selalu berpesta-pora, tanpa peduli dengan si miskin yang hanya mengharapkan remah-reman makanan yang jatuh di situ. 

Ketika kedua orang ini meninggal, Lazarus berada bersama Abraham, sementara orang kaya itu menderita di alam maut dan menderita karena panasnya api di sana. Si kaya meminta agar Lazarus meneteskan sedikit air saja, untuk mengurangi panas dan hausnya, tapi di antara mereka ada celah yang tidak terjembatani.

nas dan hausnya, tapi di antara mereka ada celah yang tidak terjembatani. Kehidupan Yesus sendiri sangat sederhana. Seperti yang dikatakan Yewangoe, Yesus mengatakan bahwa, “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Mat. 8:20). Ia hidup sebagai seorang guru atau pengkhotbah yang tidak dibayar satu sen pun di masa hidup-Nya.

Di sini jelas kita bisa melihat bahwa Tuhan Yesus tidak mengajarkan kehidupan bermewah-mewah. Bahkan Ia sendiri selama masa pelayanan-Nya di dunia tampaknya hidup dengan sangat sederhana. Ia kemungkinan sekali tidak mempunyai rumah, sehingga Ia harus berkelana dan hidup dari rumah ke rumah yang lain.

Bagaimana sikap Yesus terhadap orang-orang miskin? Dalam Lukas 6:20- 23, Yesus mengatakan bahwa Allah berpihak kepada orang-orang yang miskin dan tertindas

Yesus juga mengajarkan, “… apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta” (Luk. 14:13). Maksudnya jelas. Di tengah-tengah kebahagiaan dan suka cita, kita diajarkan untuk tidak pernah melupakan orang-orang yang kekurangan. 

Melengkapi kajian tersebut diatas, Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami dimana salah satu rumusannya adalah “berikanlah kami makanan kami yang secukupnya”. Ungkapan ini mau mengajarkan pada manusia untuk selalu “merasa cukup” dalam hidupnya. 

Doa Bapa kami sudah dibahas secara mendalam di jenjang SMP jadi tidak akan diulangi lagi dalam pembahasan di SMA. Ketika Israel di padang gurun, Allah menurunkan manna hanya untuk dimakan pada hari itu saja. 

Ada yang mencoba menyimpannya tapi menjadi busuk. Kedua hal ini menunjukkan pada kita bahwa manusia harus memiliki rasa “cukup” dalam hidupnya. Jika manusia tidak pernah merasa cukup, tidak pernah merasa puas, maka ia akan jatuh kedalam keserakahan.

Pada awal gereja berdiri, orang-orang Kristen perdana malah menjual seluruh harta miliknya, dan membagi-bagikannya kepada orang-orang miskin (Kis. 2:44-45). Kemudian para rasul mengangkat 7 orang diaken yang diberi tugas antara lain untuk memberikan perhatian khusus kepada para janda dari mereka yang tidak berbahasa Ibrani (Kis. 6).

Mengapa para janda dan anak yatim mendapatkan perhatian besar? Pada zaman dahulu memang laki-laki adalah kepala keluarga yang sangat diandalkan. Ketika sang suami meninggal, maka kehiduspan para janda dan anak yatim akan menjadi sangat menderita. (Bdk. kisah Naomi dan Rut dalam Kitab Rut). Bila masyarakat atau keluarga terdekat mereka tidak memberikan perhatian kepada mereka, maka mereka tidak akan bisa bertahan hidup.

Pertanyaan:

1. Jelaskan makna keugaharian dalam kehidupan sebagai orang Kristen!

2. Jabarkan cara hidup ugahari dengan prinsip iman Kristen! 

Komentar

  1. 1. Keugaharian dalam kehidupan Kristen berarti hidup sederhana, tidak berlebihan, dan lebih berfokus pada nilai-nilai rohani daripada hal-hal duniawi. Orang Kristen diajarkan untuk bersyukur, rendah hati, serta tidak diperbudak oleh keinginan akan harta atau status. Hidup ugahari mencerminkan sikap hati yang puas dengan apa yang Tuhan berikan, tanpa terjebak dalam keserakahan atau keinginan yang berlebihan.

    2. Cara hidup ugahari dalam iman Kristen diwujudkan dengan mengutamakan Tuhan dalam segala hal, hidup dalam kesederhanaan, serta berbagi dengan sesama. Selain itu, orang Kristen juga diajak untuk mengejar kekudusan, mengendalikan hawa nafsu duniawi, dan selalu bersyukur atas berkat yang diterima. Dengan menjalani hidup yang ugahari, seseorang dapat hidup lebih damai, dekat dengan Tuhan, serta menjadi berkat bagi orang lain.

    BalasHapus
  2. 1. Makna keugaharian dalam kehidupan sebagai orang Kristen adalah hidup dengan kesederhanaan, kesabaran, dan kepuasan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan hidup. Keugaharian berarti menerima dan menghadapi situasi hidup dengan ikhlas, tanpa mengeluh atau meminta yang lebih.

    2. Cara hidup ugahari dengan prinsip iman Kristen adalah:
    - Menerima dan menghadapi situasi hidup dengan ikhlas dan kesabaran (Filipi 4:12-13)
    - Mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi (Filipi 2:3-4)
    - Hidup dengan kesederhanaan dan tidak serakah (1 Timotius 6:6-10)
    - Mengandalkan kekuatan dan kasih Allah dalam menghadapi kesulitan (2 Korintus 12:9-10)
    - Berterima kasih dan bersyukur atas apa yang telah diterima (1 Tesalonika 5:18)

    BalasHapus
  3. 1. Keugaharian dalam kehidupan sebagai orang Kristen berarti menjalani hidup dengan sederhana, tidak berlebihan, dan penuh pengendalian diri. Ini bukan tentang hidup dalam kekurangan, tetapi tentang memilih untuk tidak berfoya-foya dan selalu berbagi dengan sesama. Tuhan Yesus sendiri memberikan teladan dengan hidup sederhana dan peduli terhadap orang miskin serta tertindas.

    2. Cara hidup ugahari dalam iman Kristen diwujudkan dengan tidak tergoda oleh kemewahan dunia, selalu bersyukur atas apa yang dimiliki, dan tidak serakah. Orang yang hidup ugahari akan menggunakan kelebihannya untuk membantu mereka yang membutuhkan, bukan untuk mengejar kesenangan pribadi. Keugaharian juga berarti meneladani Yesus dalam kasih, kepedulian, dan pelayanan, sehingga hidup tidak hanya berpusat pada diri sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain.

    BalasHapus
  4. 1. Makna keugaharian dalam kehidupan sebagai orang Kristen adalah hidup dengan kesederhanaan, kesabaran, dan kepuasan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan hidup. Keugaharian berarti menerima dan menghadapi situasi hidup dengan ikhlas, tanpa mengeluh atau meminta yang lebih.

    2. Cara hidup ugahari dengan prinsip iman Kristen adalah:
    - Menerima dan menghadapi situasi hidup dengan ikhlas dan kesabaran (Filipi 4:12-13)
    - Mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi (Filipi 2:3-4)
    - Hidup dengan kesederhanaan dan tidak serakah (1 Timotius 6:6-10)
    - Mengandalkan kekuatan dan kasih Allah dalam menghadapi kesulitan (2 Korintus 12:9-10)
    - Berterima kasih dan bersyukur atas apa yang telah

    jesslyn

    BalasHapus
  5. 1. Keugaharian dalam kehidupan Kristen berarti hidup sederhana, tidak berlebihan, dan lebih berfokus pada nilai-nilai rohani daripada hal-hal duniawi. Orang Kristen diajarkan untuk bersyukur, rendah hati, serta tidak diperbudak oleh keinginan akan harta atau status. Hidup ugahari mencerminkan sikap hati yang puas dengan apa yang Tuhan berikan, tanpa terjebak dalam keserakahan atau keinginan yang berlebihan.

    2. Cara hidup ugahari dalam iman Kristen diwujudkan dengan mengutamakan Tuhan dalam segala hal, hidup dalam kesederhanaan, serta berbagi dengan sesama. Selain itu, orang Kristen juga diajak untuk mengejar kekudusan, mengendalikan hawa nafsu duniawi, dan selalu bersyukur atas berkat yang diterima. Dengan menjalani hidup yang ugahari, seseorang dapat hidup lebih damai, dekat dengan Tuhan, serta menjadi berkat bagi orang lain.

    boy jones

    BalasHapus

Posting Komentar