Berperan Aktif Mencegah Perusakan Alam

Baca dan Renungkan: Kejadian 2:15 Imamat 25:2-7
Berperan aktif mencegah perusakan alam dapat dilakukan dengan berbagai
cara, seperti:
- Melakukan
reboisasi
- Menjaga
kelestarian hutan
- Melakukan
penghijauan di halaman rumah
- Melakukan
tebang pilih
- Melakukan
3R (Reduce, Reuse, Recycle)
- Menghemat
penggunaan air dan listrik
- Menggunakan
kendaraan umum, jalan kaki, atau bersepeda
- Menggunakan
peralatan elektronik yang hemat energi
- Melestarikan
hewan dan tumbuhan langka
- Memberikan
makanan secara rutin pada hewan ternak
Selain itu, kita juga bisa berperan aktif mencegah perusakan alam
dengan: Mendukung gerakan konservasi, Membangun kesadaran terhadap diri
sendiri untuk selalu peduli terhadap isu lingkungan, Tidak membuang sampah
sembarangan di sungai, Tidak membuang limbah pabrik di laut, Melakukan
terasering.
Manusia berkewajiban mengolah dan menjaga potensi alam untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dengan lingkungan yang berkualitas, maka hidup kita
juga akan berkualitas.
Tuhan menciptakan alam dengan sempurna dan menugaskan manusia untuk
mengelolanya. Sayangnya, banyak manusia yang lebih mementingkan diri sendiri.
Sehingga cepat atau lambat, tindakan ini menghancurkan lingkungan dan alam.
Gerakan menjaga kelestarian lingkungan tidak bisa hanya diserahkan
kepada Lembaga Adat dan pemerintah. Gereja harus mengambil peran aktif menjaga
kelestarian lingkungan dan warga jemaat harus dilibatkan dalam upaya seperti
ini. Sebagai generasi muda, kalian harus berperan aktif menjawab ajakan Tuhan
untuk memelihara alam dengan penuh tanggung jawab.
Mari Kita lihat Kondisi Alam Indonesia Dengan letak geografisnya yang
unik. Indonesia menjadi negara dengan banyak keistimewaan dari sudut flora dan
fauna. Untuk flora, ada tumbuhan kopi, cokelat, sampai pada aneka jenis pisang,
mangga, juga anggrek yang hanya ditemukan di wilayah Indonesia. Untuk fauna,
ada sejumlah satwa yang juga hanya dapat ditemukan di wilayah Indonesia, mulai
dari komodo yang tergolong berukuran besar, buaya, sampai pada jenis serangga
yang eksotis. Perhatikan beberapa gambar di bawah ini yang menunjukkan rupa
dari para satwa itu.
Sayangnya, wilayah Indonesia juga tiada hentinya ditimpa bencana karena
banyaknya jumlah gunung berapi dan posisi pulau serta kepulauan Indonesia yang
terletak di antara tiga lempengan bumi, yaitu Indo-Australia dari selatan,
Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur. Akibatnya, banyak terjadi erupsi
gunung berapi, gempa bumi, tsunami, dan tanah longsor.
Gunung Merapi yang terletak di Jawa Tengah termasuk salah satu gunung
yang sering meletus dan mengganggu kehidupan penduduk di kaki gunung dan
sekitarnya dalam radius 15 km. Selain gunung Merapi, gunung Sinabung di
Sumatera Utara dan Gunung Lokon di Sulawesi Utara juga sering meletus sejak
tahun 2010 dan 2011 yang lalu. Dari berbagai sumber, mungkin kalian juga tahu
gunung-gunung berapi lainnya yang sering meletus.
Namun, letusan yang dianggap paling dahsyat adalah dari Gunung Krakatau
yang terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Sumatera bagian selatan dan
Pulau Jawa wilayah Barat yang terjadi pada tahun 1883. Mengapa dikatakan
dahsyat? Karena dentuman letusan itu terdengar sampai ke Benua Australia yang
berjarak ratusan kilometer jauhnya dan getaran karena bergoncangnya bumi (yang
biasa kita sebut gempa bumi) terasa sampai ribuan kilometer jauhnya.
Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 dianggap berdampak
paling besar bagi masyarakat di Sumatera Utara, khususnya Banda Aceh dan
sekitarnya. Tsunami ini melanda juga Srilanka dan beberapa negara Asia Tenggara
lainnya, namun jumlah korban jiwa di Indonesia termasuk yang paling besar,
yaitu lebih dari 100.000 orang.
Pada umumnya, bencana seperti ini memang terjadi di luar kontrol
manusia. Ini sungguh-sungguh menunjukkan bahwa ada yang mengatur dinamika
perubahan alam semesta. Sebagai manusia, yang kita dapat lakukan adalah
menghindar bila memang ada bencana yang akan menimpa kita.
Badan Meteorologi dan Geofisika mengeluarkan peringatan apabila memang
akan terjadi bencana tsunami dan letusan gunung berapi. Mereka yang tinggal di
radius tertentu dari bencana yang akan muncul diimbau untuk pindah ke tempat
yang lebih aman.
Untuk wilayah negara Indonesia, bencana alam akibat ulah manusia cukup
sering terjadi. Contoh paling nyata adalah banjir yang terjadi sejak puluhan
tahun lamanya di berbagai tempat. Penyebabnya jelas, karena mendangkalnya
sungai akibat bertumpuknya sampah.
Cukup banyak penduduk di bantaran sungai yang menjadikan sungai sebagai
tempat akhir pembuangan sampah. Pada tanggal 10 November 2020, Walikota Bogor,
Bima Arya, mengarungi Sungai Ciliwung dari Kota Bogor sampai ke Jakarta di
pintu air Manggarai dan menemukan puluhan lokasi pembuangan sampah secara liar
di sepanjang sungai itu (metro.tempo.co, 2020).
Selain banjir, bencana alam lainnya karena ulah manusia adalah kebakaran
hutan yang tersulut oleh api. Memang betul bahwa kebakaran hutan disebabkan
juga oleh kemarau panjang yang membuat tanaman menjadi sangat kering dan mudah
terbakar bila terkena percikan api.
Api itu bisa terjadi karena ada percikan batubara. Namun, yang juga
sering terjadi adalah api yang berasal dari pembakaran hutan yang dilakukan
secara sengaja karena lahan mau dimanfaatkan untuk fungsi pertanian,
perkebunan, pemukiman, ataupun fungsi lainnya.
Indonesia terkenal sebagai negara yang memproduksi minyak dari kelapa
sawit. Ada periode ketika perkebunan kelapa sawit tiba-tiba dibuka dengan
mengubah hutan menjadi lahan kelapa sawit.
Beberapa kali negara Indonesia mendapat teguran dari negara-negara
Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam karena asap dari kebakaran hutan di
wilayah Indonesia yang berlangsung berminggu-minggu sampai berbulan-bulan
lamanya sungguh mengganggu penerbangan dan kehidupan masyarakat yang terkena.
Dasar Teologis untuk Memelihara Lingkungan
Kejadian 2:15 berisi perintah Tuhan Allah kepada manusia. Ada dua
perintah utama yang diberikan-Nya di sini, yaitu mengusahakan dan memelihara
Taman Eden.
Perintah ini merupakan kelanjutan dari apa yang ditugaskan kepada
manusia dalam Kejadian 1:28. Di situ dikatakan, “Beranakcuculah dan bertambah
banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu.” Sebagaimana yang sudah dibahas
dalam Bab XI, kata “taklukkanlah” di sini seringkali menimbulkan salah
pemahaman.
Kalau kita perhatikan edisi terjemahan Alkitab Yang Terbuka (AYT)
terbitan 2014, kita menemukan penjelasan yang lebih ramah, yaitu
“Beranakcuculah dan berlipatgandalah, dan penuhilah bumi, dan kuasailah itu.”
Perintah “taklukkanlah” cenderung bernada negatif, sementara kata “kuasailah”
lebih netral.
Dalam tafsirannya, Keil dan Delitzsch (2020) mengatakan, “...manusia
ditempatkan di Taman Eden untuk menghiasinya dan menjaganya.” Kata ditempatkan
dalam kalimat tersebut bermakna bahwa manusia dipanggil untuk melakukan
tugasnya yang khusus. Ini sangat berbeda dengan masalah dan kegelisahan karena
kerja keras yang kelak harus dilakukan setelah manusia jatuh ke dalam dosa
Di surga, kata Keil dan Delitzsch, manusia bertugas mendandani (colere)
taman. Perlu kita ketahui bahwa kata colere di sini adalah akar dari kata
culture yang kita kenal sekarang sebagai upaya pembudidayaan. Ini misalnya
dapat kita lihat dalam upaya manusia membudidayakan berbagai varietas tanaman
yang akan merosot dan tumbuh liar karena tidak dibudidayakan.
Oleh karena itu, menanam dan melestarikan (שׁ רמ” = menjaga”)
kebun ila hi, bukan hanya untuk menghindari perusakannya oleh kekuatan
jahat apa pun, melainkan juga mencegahnya menjadi liar melalui kemerosotan
alam. Karena alam diciptakan untuk manusia, panggilannya tidak hanya untuk
memuliakannya dengan pekerjaannya, membuatnya tunduk kepada dirinya sendiri,
tetapi juga mengangkatnya ke dalam lingkup roh dan memuliakannya lebih jauh.
Dari penjelasan di atas nyata bahwa tugas manusia di dunia sungguh
penting dan mulia. Tugas kita bukanlah mengolah taman yang diberikan Allah
dengan sewenang-wenang, melainkan menjaganya dengan penuh tanggung jawab. Kita
tidak bisa sembarangan menebangi hutan untuk mengambil dan menjual kayunya
tanpa upaya untuk melestarikannya kembali. Dengan demikian, hutan tetap bisa
menjadi sumber kehidupan bagi manusia dan berbagai hewan yang hidup di
dalamnya.
Begitu pula dengan laut dan segala isinya. Sayangnya, banyak orang yang
mengabaikannya. Upaya pelestarian lobster dengan memelihara dan membesarkannya
diabaikan dengan cara menjual bibitnya ke negara lain. Keuntungan yang
dinikmati segera oleh segelintir orang akan menyebabkan Indonesia kehabisan
lobster dan kelak kita tidak akan mampu lagi menikmatinya.
Imamat 25 memuat hukum-hukum Israel yang berkaitan dengan pemeliharaan
alam dan keadilan bagi semua. Masyarakat Israel memiliki aturan Sabat. Pada
setiap hari Sabat, mereka dilarang melakukan kegiatan apa pun karena Allah
ingin memberikan kesempatan untuk beristirahat bagi semua.
Mari kita lihat bagaimana pemahaman tentang hukum Sabat itu berkembang
terus. Kita lihat perbandingannya dalam Keluaran 20:8-11, Ulangan 5:12-15, dan
Imamat 25:2-7. Dari ketiga perikop ini, kita bisa melihat bagaimana aturan itu
diterapkan
Dalam Keluaran dikatakan bahwa pada hari Sabat binatang-binatang pun
harus diberikan istirahat, seperti juga manusia. Sabat diberikan karena Tuhan
juga beristirahat pada hari ketujuh.
Dalam Ulangan, kesempatan istirahat itu diperluas kepada semua pekerja,
buruh, dan hamba, serta semua binatang peliharaan harus diberikan istirahat.
Sabat diberikan sebagai pembebasan bagi semua yang harus bekerja karena
dasarnya adalah keadilan. Tuhan membebaskan bangsa Israel dari perhambaan di
Mesir. Kini mereka pun diingatkan untuk tidak menindas orang lain maupun
binatang-binatang peliharaan yang biasanya digunakan untuk membantu kerja
mereka.
Dalam Imamat, ada juga aturan hukum Sabat, yaitu tahun ketujuh, yang
berlaku untuk tanah garapan bangsa Israel dan untuk binatang-binatang liar
juga. Tanah yang tidak digarap harus dibiarkan tidak dituai.
Hasil tanaman di tanah garapan itulah yang akan menjadi sumber makanan
bangsa itu selama satu tahun Sabat itu. Demikian pula para budak, orang upahan,
orang asing, binatang ternak dan liar, semuanya diizinkan untuk memakan semua
hasil tanah itu.
Pemahaman tentang Sabat ini semakin diperluas di dalam Imamat 25. Di
dalam bagian kitab itu dikatakan bahwa pada Tahun Yobel, yaitu pada tahun
ketujuh dari tahun Sabat, artinya 7 x tahun Sabat (tahun ke-49 atau tahun
ke-50), seluruh tanah harus diistirahatkan.
Kemudian, masyarakat Israel akan menjalankan pembagian ulang tanah
garapan dan perumahan mereka. Orang-orang yang selama ini miskin karena
terpaksa menjual atau menggadaikan tanah mereka karena berbagai alasan, kini
akan mendapatkan tanah kembali.
Mereka yang sudah menjadi terlalu kaya karena terus-menerus berhasil
membeli tanah berkali-kali, kini akan menjadi sama dengan rekanrekan
sebangsanya. Tanah milik mereka akan dijadikan sama luasnya dengan para buruh
tani dan hamba yang sebelumnya tidak punya tanah.
Mengapa aturan Sabat ini penting? Aturan ini penting karena ternya-ta
alam juga membutuhkan waktu istirahat untuk memulihkan kembali kondisinya.
Apabila tanah terus-menerus ditanami dan digarap, tanpa istirahat, tanah itu
pun akan kehabisan zat haranya yang sangat dibutuhkan untuk menjadi sumber
makanan bagi tanaman-tanaman yang tumbuh di situ. Kehabisan zat hara akan
membuat tanah berubah menjadi padang gurun.
Dalam tradisi beberapa suku di Indonesia pun kita menemukan tradisi yang
sama. Di kalangan suku Dayak di Kalimantan, ada kebiasaan untuk berladang
berpindah-pindah. Mengapa praktik ini dilakukan? Alasannya jelas.
Setelah tanah digarap beberapa tahun, kesuburannya akan semakin
berkurang. Yang terbaik yang harus mereka lakukan adalah pindah ke tanah yang
lain dan meninggalkan tanah yang lama untuk beristirahat. Setelah beberapa
tahun kemudian, mereka bisa kembali ke tanah itu dan kini kondisinya akan
menjadi lebih subur daripada sebelumnya.
Di Maluku ada tradisi “sasi” (jelajah.kompas.id, 2019), yaitu masa-masa
larangan untuk masyarakat di sana untuk menangkap binatang-binatang tertentu.
Ada sasi ikan lompa, sasi penyu, dan sasi burung gosong (Eulipoa wallacei),
yang berstatus vulnerable (terancam).
Semua ini adalah bagian dari kearifan lokal yang berkembang untuk
memelihara dan melestarikan bagian-bagian dari alam yang terancam
kelanjutannya.
Tanggung Jawab Manusia untuk Memelihara Alam
Akan sangat mudah bila kita memilih untuk tidak peduli dengan bersikap
bahwa bencana alam yang terjadi menunjukkan kuasa Allah terhadap alam semesta.
Namun, ada jenis bencana yang sebetulnya disebabkan oleh ulah manusia.
Artinya, justru manusia yang berperan penting dalam timbulnya bencana
yang menyebabkan kerugian jiwa dan berbagai material lainnya. Contoh-contoh di
bawah ini menunjukkan betapa dahsyatnya bencana karena ulah manusia.
Tragedi Minamata ini berupa pencemaran merkuri (Hg) atau air raksa di
Kota Minamata, Jepang. Sebuah perusahaan batu baterei, Chisso, membuang limbah
kimia ke Teluk Minamata selama bertahun-tahun (tahuan 1932—1949 saat mulai
ditemukan korban) dalam jumlah yang sangat besar (200—600 ton).
Penduduk Jepang sangat gemar memakan ikan, bisa sampai 410 gram per
hari. Tanpa curiga, mereka memakan ikan yang sebetulnya sudah tercemar limbah
merkuri tersebut. Akibatnya, ratusan orang meninggal. Memang betul pabrik sudah
ditutup, tetapi penderita cacat fisik dalam bentuk kelumpuhan syaraf masih
ditemukan pada tahun 1958. Bertahun-tahun setelah pabrik ditutup pencemaran
merkuri pun berhenti.
Ternyata, kejadian serupa — limbah merkuri yang merusak lingkungan —
dengan penyebab yang lain juga ditemukan di Indonesia. Penyebabnya antara lain,
penambangan emas secara liar dengan menggunakan merkuri yang limbahnya
dialirkan ke sungai atau dibuang ke tanah di sekitar lubang galian.
Suatu penelitian menemukan bahwa kadar merkuri yang ditemukan di wilayah
Ambon berpuluh kali lipat lebih tinggi dari kadar merkuri yang ditemukan di
Teluk Minamata. Dari catatan Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2017, ada
850 titik penambangan emas skala kecil yang tersebar di 197 kabupaten/kota di
32 provinsi di Indonesia, melibatkan sekitar 250 ribu penambang. “Dampak
pengolahan emas menggunakan merkuri merugikan baik dari segi lingkungan,
kesehatan, ekonomi, dan sosial,” kata Karliansyah di Jakarta (bisnis.tempo.co,
2017).
Untuk mengatasi hal ini, masyarakat perlu mendapatkan edukasi yang
bertujuan menyadarkan mereka akan bahaya yang sedang menunggu, baik bahaya
untuk kerusakan alam maupun yang membahayakan manusia. Kegiatan edukatif
seperti ini pernah dan masih dilakukan untuk kelompok nelayan dan pembudidaya
ikan skala kecil yang masih melakukan dengan cara yang tradisional.
Pembekalan seperti ini akan meningkatkan pemahaman mereka untuk memahami
informasi yang disampaikan oleh BMKG tentang prakiraan cuaca. Selain itu juga,
akan meningkatkan keterampilan mengelola budidaya perikanan sehingga dapat
meningkatkan nilai ekonomi dari produk yang dihasilkan. Program Pengelolaan
Akses Area Perikanan (PAAP) adalah salah satu contoh program edukasi yang
dilalukan sebagai bentuk kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Rare Indonesia,
salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang fokus pada isu konservasi
alam.
Pada bulan Juni 2020, Indonesia juga menegaskan komitmennya untuk
menjaga wilayah laut sesuai dengan sistem ekonomi kelautan berkelanjutan
(sustainable ocean economy) (mongabay, 2020). Sebagai negara kepulauan, laut
menjadi bernilai penting untuk Indonesia. Secara global, lautan dunia memegang
peranan penting karena menyumbang lebih dari 2,5 triliun USD per tahun dalam
bentuk memberi makan dan mata pencaharian bagi lebih dari tiga miliar orang,
serta mengangkut sekitar 90 persen perdagangan dunia. Lautan juga dianggap
sebagai sumber energi terbarukan dan bahanbahan utama untuk memerangi penyakit.
Ada beberapa tragedi lain yang terjadi, misalnya tragedi Nuklir
Chernobyl yang diperkirakan memakan korban sekitar 4000-an orang meninggal.
Dampak dari radiasi masih ditemukan sampai saat ini walaupun tragedi itu
terjadi pada tahun 1986. Kalian dapat mencari dari sumber-sumber lain tentang
tragedi apa saja yang terjadi karena ulah manusia.
Studi yang dilakukan oleh Gkargkavouzi, Halkos, dan Matsiori (2019)
menemukan bahwa perilaku terkait dengan kepedulian dan pemeliharaan kelestarian
alam didasari antara lain oleh sikap egois atau altruistik seseorang.
Altruistik adalah sifat yang mendahulukan kepentingan orang lain, rela berbuat
sesuatu yang mendatangkan kebaikan kepada orang lain (KBBI, 2013).
Orang yang egois hanya berpikir dari sudut kepentingannya sendiri. Ia
ingin hidupnya nyaman tanpa mempedulikan bagaimana kehidupan orangorang lain
yang mengalami dampak dari tingkah lakunya. Yang terma suk dalam kategori
orang-orang seperti ini adalah orang yang membuang sampah sembarangan, orang
yang membakar hutan untuk membangun perumahan, dan sebagainya.
Sebaliknya, orang yang altruistik berpikir tentang apakah tingkah
lakunya memberikan dampak negatif kepada orang lain dan lingkungan. Orang yang
altruistik ternyata memiliki rasa bersatu dengan alam. Mereka tidak rela bila
melihat alam dan lingkungan menderita, bahkan hancur akibat kelakuan tidak
bertanggung jawab dari orang-orang yang mementingkan diri sendiri.
Penggolongan ini tampak terlalu menyederhanakan, tetapi cukup memberikan
gambaran kepada kita tentang prinsip hidup yang ternyata berperan erat dalam
pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, apa yang kalian rasakan ketika mendengar tentang bencana yang
timbul karena ulah manusia? Misalnya saja, tentang penggundulan hutan di Papua,
Kalimantan, dan Sumatera, banjir bandang, abrasi pantai, menumpuknya sampah
plastik yang justru merusak keindahan alam.
Sedikitnya ada tiga sikap yang muncul sebagai berikut:
a. Membiarkan saja, karena tidak mungkin melakukan sesuatu untuk
mencegah ini terjadi. Lagi pula, hal tersebut sudah terjadi untuk waktu yang
lama. Yang penting adalah saya tidak melakukan hal-hal merusak seperti itu.
b. Prihatin, sampai berapa lama hal tersebut dapat dibiarkan terjadi
terus karena semakin lama, bumi dan segala isinya menjadi semakin tercemar dan
rusak. Namun, di sisi lain, juga merasa tidak berdaya karena tidak mungkin
melakukan upaya pencegahan mengingat terbatasnya kapasitas untuk melakukan
perubahan.
c. Bertindak aktif untuk mencegah kerusakan bumi semakin parah. Tindakan
ini didasari oleh kesadaran untuk hidup sebagai manusia yang bertanggung jawab
terhadap alam pemberian Tuhan. Tanpa menunggu apa tindakan yang akan dilakukan
oleh orang lain, tindakan aktif bahkan proaktif adalah membuat tindakan
langsung, baik sendiri maupun bersama-sama dengan teman-teman yang juga
memiliki kepedulian serupa, untuk membuat tindakan melindungi dan memelihara
alam
Pertanyaan:
1. Menurut kalian, mengapa ada orang yang memilih untuk memikirkan
kepentingannya sendiri dan tidak peduli kepada kepentingan orang banyak?
2. Jelaskan bagaimana memahami berbagai bentuk tindakan pencegahan kerusakan alam!
1.Karena mungkin ia akan merasa direpotkan jika harus mementingkan kepentingan orang banyak.
BalasHapus2.Dengan mengetahui jenis kerusakan (deforestasi, pencemaran, perubahan iklim) dan cara mencegahnya.
1.karena ia tidak ingin membuang-buang tenaga/waktu.
BalasHapus2.Tindakan pencegahan kerusakan alam dapat dilakukan dengan cara membiasakan perilaku ramah lingkungan, menjaga kelestarian hutan, dan melakukan pemantauan terhadap bencana.
1.mungkin karena dia menganggap bahwa lebih baik mengurus diri sendiri dari pada orang lain, karena akan merepotkan jika kepentingan orang lain terpenuhi sedangkan kepentingan diri sendiri terlewatkan
BalasHapus2.Dengan mengetahui jenis kerusakan (deforestasi, pencemaran, perubahan iklim) dan cara mencegahnya.