Hidup Bersama dalam Masyarakat Majemuk - Bab 10 | PAK Kelas 7 - 2024

 

Hidup Bersama dalam Masyarakat Majemuk

Baca dan Renungkan: Mazmur 133; Matius 22:37-39

Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai suku, hal ini dapat diartikan sama dengan masyarakat plura atau pluralistik. Kita adalah orang Indonesia yang beragama, artinya keberagamaan kita hendaknya ditempatkan dalam rangka hidup bersama sebagai satu bangsa. 

Dalam kerangka inilah dibutuhkan kesadaran inklusif untuk menerima berbagai perbedaan yang ada sebagai kekayaan bangsa Indonesia dan bersedia membangun kerja sama yang konstruktif dalam rangka memecahkan masalah-masalah kemanusiaan yang dihadapi. Orang kristen terpanggil untuk menyatakan kasih Allah ditangah bangsa yang majemuk tanpa harus kehilangan imannya.

Masyarakat Indonesia yang Majemuk

Di dunia ini banyak negara yang memiliki keberagaman namun Indonesia memiliki beribu pulau baik yang kecil maupun besar memiliki suku, budaya, bahasa dan agama yang amat beragama. Hal ini merupakan kekayaan yang patut disyukuri namun keberagaman ini juga dapat menjadi akar konflik dan perpecahan jika tidak dikelola dengan baik. 

Sejarah telah membuktikan itu, yaitu ketika di beberapa daerah terjadi konflik yang berlatar belakang suku dan agama. Keberagaman memang dapat menjadi akar konflik namun konflik akan semakin parah ketika orang tidak mengenyam pendidilkan yang cukup. Ketika orang tidak berpendidikan maka mereka akan sangat gampang diprovokasi dan mengalami apa yang disebut “brain wash” atau otaknya dicuci sehingga kurang memiliki kemampuan untuk membedakan mana fakta dan mana provokasi. 

Hal itu semakin parah karena di zaman digital ini sebuah berita bohong akan cepat beredar ke tiap pelosok tempat. Karena itu seiring dengan gencarnya upaya pemerintah untuk mengembangkan apa yang disebut sebagai moderasi beragama, hendaknya diikuti dengan pembangunan pendidikan dan pemberantasan buta huruf. 

Hanya pendidikanlah yang akan mampu meminimalisir pengaruh-pengaruh negatif dan bentuk-bentuk provokasi yang mengadu domba umat beragama. Beberapa konflik besar yang pernah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia meninggalkan kenangan pahit yang cukup membekas dihati sanubari orang-orang yang mengalami akibat dari konflik tersebut. 

Daerah Papua, Ambon , Poso dan Sampit adalah daerah-daerah dimana terjadi konflik yang membawa kematian cukup banyak orang. Prasangka etnis, suku dan agama memang amat mudah dibangun ditengah masayarakat yang masih berpikiran sempit. Oleh karena itu pemerintah kini gencar melakukan sosialisasi “moderasi beragama” yaitu pengakuan atas keberadaan pihak lain, memiliki sikap toleran, penghormatan atas perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak dengan cara kekerasan. 

Diperlukan peran pemerintah, tokoh masyarakat, dan para penyuluh agama untuk mensosialisasikan, menumbuhkembangkan moderasi beragama kepada masyarakat demi terwujudnya keharmonisan dan kedamaian. 

Namun demikian, kehidupan keberagamaan yang penuh toleransi itu bukan hanya lahir dari aturan pemerintah namun harus dikondisikan terutama dari dalam keluarga melalui pola asuh yang inklusif dimana anak-anak dididik oleh orang tuanya untuk selalu berbaik sangka, berpikir positif terhadap orang lain, mengasihi sesama tanpa memandang perbedaan latar belakang agama dan suku. 

Jadi pembentukan visi pembiasaan hidup terutama dibentuk dalam keluarga dan ditopang melalui lembaga pendidikan yang semakin memperkuat nilai-nilai toleransi dalam diri seseorang. 

Ada seorang tokoh studi agama-agama, Paul Knitter yang mengatakan bahwa kebenaran sebuah agama adalah berkontribusi pada tindakan manusia yang mengarah pada keadilan lingkungan dan manusia. 

Artinya bahwa agama baru menjadi agama yang benar ketika berkontribusi pada keadilan dan kemanusiaan bukan hanya memiliki doktrin atau ajaran saja namun yang mewujudkan ajarannya dalam kehidupan nyata bagi kemanusiaan dan keadilan. 

Itu berarti ketika kita mendiskusikan mengenai hubungan antar umat beragama maka diskusi itu hendaknya dimulai dari titik berangkat kemanusiaan dan keadilan dan hal itu hendaknya dijadikan titik temu agamaagama dan pemeluknya. 

Bahwa agama hadir untuk kebaikan manusia untuk membangun solidaritas dalam memecahkan masalah-masalah kemanusiaan secara bersama-sama

Ada beberapa sikap yang umumnya diambil orang ketika ia berhadapan dengan orang yang berkeyakinan lain:

1. Semua agama sama saja: 

Sikap ini melihat semua agama itu relatif. Tak satu agama pun yang dapat dianggap baik. Jika tak ada agama yang dipandang baik, maka hanya diri si pemikir sendirilah yang benar. Lalu mengapa ia beragama? Agama menjadi sarana bagi manusia dalam mewujudkan imannya. 

Agama mengajarkan ajaran iman sebagai penuntun hidup jika hal itu dipandang sama dalam semua agama maka orang tidak perlu beragama atau memeluk semua agama sekaligus dan betapa kacaunya jika hal itu terjadi.

2. Hanya agama saya yang paling baik dan benar: 

Agama lainnya tidak benar, ajarannya sesat karena itu saya tidak perlu bergaul dengan mereka. Sikap seperti ini lahir dari fanatisme yang berlebihan seperti penyakit akut dan paham seperti ini akan menjadi bibit konflik yang berkepanjangan. 

Ketika kita mengklaim bahwa agama kita saja yang paling benar, hal itu menyinggung rasa nyaman orang-orang beriman lainnya. Orang yang beragama lain semata-mata dipandang sebagai objek, sasaran, target, untuk diinjili. 

Pendidikan Agama Kristen di sekolah bukanlah penginjilan dalam pengertian “siar agama” karena pendidikan agama di sekolah harus taat kepada UU Sisdiknas. .

3. Toleransi: 

Saya bersedia hidup berdampingan dengan orang yang beragama lain, tetapi hanya itu saja. Lebih dari itu saya tidak mau. Seruan “toleransi antar umat beragama” seringkali disampaikan oleh pemerintah. Orang-orang yang berbeda agama diajak untuk bersikap toleran. 

Namun sikap ini pun tampaknya tidak cukup. Kata “toleransi” sendiri mengandung arti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian ( pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya) yang berbeda dengan diri sendiri. Artinya orang dapat menerima berbagai perbedaan yang ada.

4. Menghargai agama lain: 

Sikap ini hanya dapat timbul pada diri orang yang dewasa imannya, orang yang dapat menemukan kebaikan di dalam agama lain dan menghargainya, tanpa merasa terancam oleh kehadiran orang lain. 

Menghargai agama lain tidak berarti kita kehilangan iman. Justru penghargaan terhadap agama lain, membangun kerja sama yang produktif dan konstruktif bagi kepentingan keadilan dan kemanusiaan itulah makna hidup orang beriman.

Ada beberapa model hubungan antar umat beragama: 

1. Eksklusivisme

Adalah sikap yang memandang agamanya sendirilah yang paling benar dan baik. Sementara itu, agama lain adalah agama yang tidak benar.

2. Inklusivisme

Sikap inklusivisme berpandangan bahwa di luar agama yang dipeluknya juga terdapat kebenaran, meskipun tidak seutuh atau sesempurna agama yang dianutnya. Di sini masih didapatkan toleransi teologis dan iman. 

Sikap inklusif adalah yang memandang bahwa agama-agama lain adalah bentuk implisit agama kita. Sikap inklusivistik cenderung untuk menginterpretasikan kembali hal-hal dengan cara sedemikian, sehingga hal-hal itu tidak saja cocok tetapi juga dapat diterima. Ringkasnya, sikap inklusif adalah keterbukaan dalam menerima bahwa agama lain memiliki kebenarannya sendiri. 

Sikap ini merupakan sikap yang umumnya diambil oleh orang-orang kristen. Memang ada keberagaman dalam menyikapi hubungan antar agama, namun umumnya sikap inklusif lebih dianjurkan oleh para tokoh agama dan nampaknya dapat disesuaikan dengan teologi Kristen.

3. Pluralisme.

Pluralisme adalah pandangan filosofis yang menerima keberagaman agama. Pluralisme sebagai: “Suatu situasi di mana bermacam-macam agama berinteraksi dalam suasana saling menghargai dan dilandasi kesatuan rohani meskipun mereka berbeda.” 

Dengan sikap pluralis, orang berupaya mencari titik temu bagi agama-agama. Titik temu bagi terciptanya dialog dan kerja sama adalah kebersamaan setiap pemeluk agama dalam menghadapi serta memecahkan masalah-masalah kemanusiaan bersama. 

Orang yang memiliki wawasan pluralisme tidak berarti mempersamakan semua agama. Justru mereka tetap teguh memegang imannya seraya mencari bentuk atau model kerja sama yang dapat mempertemukan semua orang berbeda iman dalam tiitik yang sama yaitu: upaya-upaya nyata dalam mengatasi masalah-masalah kemanusiaan, keadilan dan kebenaran secara bersama-sama.

Cerminan sikap pluralis adalah sebagai berikut.

• Hidup dalam Perbedaan

Sikap menerima orang lain yang berbeda

• Saling Menghargai

Mendudukkan semua manusia dalam relasi kesetaraan, tidak ada yang

lebih tinggi ataupun lebih rendah.

• Sikap saling percaya

Rasa saling percaya adalah salah satu unsur terpenting dalam menjalani

hubungan antar sesama manusia dalam pebedaan agama maupun kultural atau pun masyarakat.

• Interdependen (sikap saling membutuhkan/saling ketergantungan)

Manusia adalah makhluk sosial (homo socius), antara satu dengan yang lainnya adalah saling membutuhkan dan saling melengkapi.

Tokoh-tokoh yang berjuang demi mewujudkan pluarlisme di Indonesia adalah orang-orang nasionalis yang amat peduli pada keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Dari kalangan Muslim Gus Dur (Presiden RI ke-3), Prof. Nurcholis Madjid, Prof. Komarudin Hidayat, Bhiku Panjero dari kalangan agama Budha. dari kalangan Kristen Dr. Th. Sumartana, Pdt. Dr. Eka Darmaputera, Pdt. Dr. Marthin Lukito Sinaga dan masih banyak tokoh lainnya dari kalangan agama Katolik ada Prof. Dr. Magnis Suseno, Dr. Mudji Sutrisno

Bagaimana sebaiknya orang-orang yang berbeda keyakinan itu dapat hidup bersama? Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku bangsa, budaya, dan agama. Semua itu merupakan kekayaan yang patut disyukuri. Pada sisi lain, keberagaman tersebut dapat melahirkan berbagai gesekan yang pada akhirnya berubah menjadi konflik dan perpecahan. 

Sebaliknya, kekayaan itu akan menjadi benih kerukunan apabila bangsa kita dapat belajar untuk saling menerima dan menghargai. “Rukun” berarti hidup berdampingan secara damai, saling menolong ketika seseorang atau sebuah kelompok membutuhkannya dalam kesusahan atau malapetaka. Kerukunan bukanlah sebuah konsep baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia. 

Sejak zaman dahulu gotong royong (kerja sama) dan tolongmenolong sudah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat. Mereka sadar bahwa kerja sama sangat dibutuhkan untuk menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan bersama kita. 

Untuk mengakomodasi berbagai perbedaan suku bangsa, budaya, dan agama, para pendiri negara Indonesia telah merumuskan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. 

Rupanya mereka telah membaca adanya bahaya yang akan timbul di kemudian hari karena adanya kepelbagaian dalam suku bangsa, budaya, dan agama. Namun demikian kepelbagaian ini pun dapat dijadikan kekayaan yang harus diterima dan memperkaya budaya dan kehidupan masyarakat Indonesia. 

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dipakai untuk merekat berbagai perbedaan dalam satu pelangi yang indah, suatu kesatuan nasional sebagai “bangsa Indonesia”. 

Di samping itu, dasar negara Republik Indonesia – Pancasila – juga mengakui kepelbagaian agama di Indonesia melalui sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila juga memberi ruang yang luas bagi tercipta serta terpeliharanya hidup rukun antar masyarakat bangsa yang berbeda agama melalui sila kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan (demokrasi), dan keadilan sosial. 

Bagaimana caranya membangun sikap menghargai agama lain dan para pemeluknya? Kata kuncinya di sini adalah keberanian untuk mendengarkan orang lain. Dan itu berarti bersikap terbuka terhadap apa yang dikatakan oleh orang lain tanpa menjadi defensif. 

Untuk itu, kita harus benar-benar mendalami keyakinan agama kita sendiri. Rasa takut dan sikap yang defensif hanya timbul dari diri orang yang tidak siap untuk menghadapi pertanyaanpertanyaan yang dapat mengganggu keyakinan imannya. 

Kita tidak akan mampu mempersatukan dogma atau ajaran semua agama namun kita dapat mempersatukan semua umat beragama melalui berbagai kerja sama dan upaya untuk menanggulangi masalah-masalah kemanusiaan. 

Pendekatan dogmatis hanya akan berakhir pada konflik dan perpecahan namun melalui upaya kemanusiaan semua orang dari latar belakang agama yang berbeda akan dipersatukan sebagai komunitas yang peduli pada kemanusiaan, keadilan dan perdamaian.

Pertanyaan:

1. Bagaimana sebaiknya orang-orang yang berbeda keyakinan itu dapat hidup bersama? 

2. Bagaimana caranya membangun sikap menghargai agama lain dan para pemeluknya?

Komentar

  1. 1. Hidup ini saling berdampingan pada orang lain, maka kita harus bisa menghargai dan menghormati sesama manusia maupun yang berbeda keyakinan dengan kita. Kita juga harus bisa bertoleransi terhadap semuanya karena Indonesia memiliki banyak agama yang berbeda Lebih dari itu saya tidak mau. Seruan “toleransi antar umat beragama” seringkali disampaikan oleh pemerintah. Orang-orang yang berbeda agama diajak untuk bersikap toleran.

    2. Kita harus dapat mengerti kan perasaan orang lain ketika mereka sedang beribadah,dan melakukan apa yang ada di peraturan agama nya.Rasa takut dan sikap yang defensif hanya timbul dari diri orang yang tidak siap untuk menghadapi pertanyaanpertanyaan yang dapat mengganggu keyakinan imannya.

    BalasHapus
  2. 1.orang yang berbeda keyakinan itu dapat hidup bersama dengan sikap toleransi atau menghormati orang yang berbeda keyakinan

    2.membangun sikap menghargai agama lain dan para pemeluknya dengan cara membangun sikap menghargai agama lain dan para pemeluknya dan Mendudukkan semua manusia dalam relasi kesetaraan, tidak ada yang lebih tinggi ataupun lebih rendah.

    BalasHapus
  3. 1.Sikap toleransi dengan cara menghargai, menolong, serta menghormati orang yang berbeda keyakinan

    2.Menghormati perayaan hari besar keagamaan dari umat lain.Tetap menjaga silaturahmi dengan tetangga, teman, maupun rekan kerja yang berbeda agama.Tetap menolong orang lain yang tengah tertimpa musibah walaupun latar belakang agama mereka berbeda dengan kita.Tidak merusak tempat ibadah umat beragama lain.

    BalasHapus
  4. 1.orang yang berbeda keyakinan itu dapat hidup bersama dengan sikap toleransi atau menghormati orang yang berbeda keyakinan

    2.Kita harus dapat mengerti kan perasaan orang lain ketika mereka sedang beribadah,dan melakukan apa yang ada di peraturan agama nya.Rasa takut dan sikap yang defensif hanya timbul dari diri orang yang tidak siap untuk menghadapi pertanyaanpertanyaan yang dapat mengganggu keyakinan imannya.

    BalasHapus
  5. 1.Bisa hidup bersama dengan saling menghargai dan bertoleransi agar kebersamaan itu ada.

    2.Menghormati perayaan hari besar keagamaan dari umat lain.Tetap menjaga silaturahmi dengan tetangga, teman, maupun rekan kerja yang berbeda agama.Tetap menolong orang lain yang tengah tertimpa musibah walaupun latar belakang agama mereka berbeda dengan kita.Tidak merusak tempat ibadah umat beragama lain.

    BalasHapus
  6. 1.Sikap toleransi dengan cara menghargai, menolong, serta menghormati orang yang berbeda keyakinan
    2.

    BalasHapus
  7. 1.Sikap toleransi dan menghargai,menghormati orang yang beda keyakinan.
    2.Menghormati adanya perayaan hari besar keagamaan dari umat lain. Tetap menolong orang lain yang tengah tertimpa musibah walaupun latar belakang agama mereka berbeda dengan kita.Tidak merusak tempat ibadah umat beragama lain.

    BalasHapus
  8. -refi Angela L

    1. Bagaimana sebaiknya orang-orang yang berbeda keyakinan itu dapat hidup bersama? Dengan menerapkan sikap toleransi dan saling menghargai tanpa memandang sebelah mata

    2. Bagaimana caranya membangun sikap menghargai agama lain dan para pemeluknya? Dengan tidak membedakan mereka dengan kita, tetap menjaga silaturahmi

    1. Di sayang
    2. Di kasih makan
    3. Di kasih jajan
    4. Di perhatikan
    5. Di doakan
    6. Di masakin
    7. Humoris
    8. Sayang anak
    9. Perhatian
    10. Suka ngajak jalan

    BalasHapus
  9. 10 hal yang saya banggakan dari orang tua saya
    • selalu menjaga saya
    • suka nge khawatir kan aku kalau gaada di rumah
    • selalu membelikan barang yang aku inginkan
    • selalu ngejaga saya kalau sedang sakit
    • selalu memberi uang jajan
    • selalu memasukkan saya ke les yang saya inginkan
    • selalu mengantarkan saya ke sekolah
    • di jaga dari kecil sampai besar
    • selalu memberi kasih sayang yang tulus
    • selalu memberikan hal yang terbaik untuk saya

    BalasHapus
  10. Saya bangga dengan bapa saya
    1.baik
    2.membekarti saya
    3.selalu menjaga saya kalau sakit
    4.dikasih uang jajan
    5.ngajarin tugas sekolah
    6.bekerja keras
    7.menafkahi keluarga
    8.sabar
    9.selalu menjaga adik kalau sakit
    10.memberi makan kepada anak anak nya

    BalasHapus
  11. 1.orang yang berbeda keyakinan itu dapat hidup bersama dengan sikap toleransi atau menghormati orang yang berbeda keyakinan

    BalasHapus
  12. 1. Bagaimana sebaiknya orang-orang yang berbeda keyakinan itu dapat hidup bersama? Dengan menerapkan sikap toleransi dan saling menghargai tanpa memandang sebelah mata

    2. Bagaimana caranya membangun sikap menghargai agama lain dan para pemeluknya? Dengan tidak membedakan mereka dengan kita, tetap menjaga silaturahmi

    1. Di sayang
    2. Di kasih makan
    3. Di kasih jajan
    4. Di perhatikan
    5. Di doakan
    6. Di masakin
    7. Humoris
    8. Sayang anak
    9. Perhatian
    10. Suka ngajak jalan

    BalasHapus

Posting Komentar