PAK Kelas 12 - 2023 | KEADILAN SEBAGAI DASAR DEMOKRASI DAN HAM (KAJIAN KRITIS TERHADAP SIKAP GEREJA) - Bab 6
KEADILAN SEBAGAI DASAR DEMOKRASI DAN HAM (KAJIAN KRITIS TERHADAP SIKAP GEREJA)
Gereja ada
di dunia untuk memberitakan keadilan dan kebenaran, dalam pemberitaannya,
gereja berpihak pada mereka yang tertindas. Mereka yang dimarginalkan. Gereja
bukanlah gedungnya ataupun organisasinya, tetapi peran gereja dalam menegakkan
keadilan dan kebenaran nyata melalui orang-orang yang ada didalamnya. Artinya
semua orang beriman terpanggil untuk, mewujudkan keadilan dan kebenaran.
Setiap
anggota gereja, harus ikut serta di dalam tugas ini. Kita semua perlu berjuang
dalam pembebasan banyak orang Indonesia dari keterkungkungan dan belenggu oleh
berbagai hal: kemiskinan, konsep tentang kedudukan laki-laki dan perempuan yang
keliru, pemahaman yang keliru tentang seks dan seksualitas, konsep tentang
kebebasan beragama dan berkeyakinan, dan lain-lain. Untuk melakukan semua tugas
itu, Gereja dan kita semua perlu bekerja sama dengan orang-orang lain yang
berbeda keyakinan namun memiliki kepedulian yang sama. Kita sadar akan
keterbatasan kita untuk melakukan semua tugas tersebut sendirian.
Makna Keadilan Menurut
Alkitab
Menurut
Baker, dalam Perjanjian Lama ada dua kata yang menggambarkan pengertian
mengenai “adil” yaitu: “tsedeq” dan “mishpat”, keadilan yang dimaksudkan itu
tidak berdiri sendiri namun berkaitan dengan kebenaran dan hukum. Artinya,
keadilan itu tidak terlepas dari kebenaran dan penerapan hukum yang benar, yang
sesuai.
Dalam bahasa
Yunani keadilan disebut dengan kata: dikaiosyne. Kata-kata tersebut dalam
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dipakai untuk melukiskan suatu
penerapan hukum yang benar, memakai timbangan yang benar, perilaku yang adil,
jujur dan benar. Keadilan adalah, apa yang benar dan sesuai dengan kenyataan,
misalnya hukuman terhadap seseorang ditetapkan berdasarkan kebenaran yang ada.
Terutama dalam kaitannya dengan mereka yang miskin, tertindas dan tersingkir
dari kehidupan masyarakat.
Allah
menyatakan diri sebagai Allah yang adil, Allah yang berada di pihak mereka yang
benar, mereka yang tertindas dan hak-haknya dirampas, mereka yang miskin, janda
anak yatim piatu. Dalam pengertian ini, Allah yang adil itu adalah Allah yang
“membebaskan”. Jadi, pengertian adil tidak hanya ditujukan pada perwujudan
hukum yang benar namun pada “pembebasan” atau kemerdekaan. Allah yang adil itu
adalah Allah yang membebaskan.
Melalui
tindakan yang adil, maka shalom Allah dinyatakan dan diwujudkan. Dengan
demikian, keadilan juga mengandung makna memperbaiki atau merestorasi apa yang
telah rusak menjadi normal kembali. Keadilan memiliki makna yang luas dan
dalam, keadilan merupakan ibadah yang berkenan kepada Allah.
Allah adalah
pelindung orang miskin, orang asing, janda, dan anak yatim. Keadilan juga bisa
berarti “pembebasan,” “kemenangan,” “pembenaran,” atau “kemakmuran”, keadilan
adalah bagian dari tujuan Allah dalam penebusan. Keadilan, kebenaran dan shalom
Allah selalu berada bersama-sama.
Shalom
termasuk “keutuhan,” atau segala sesuatu yang membuat kesejahteraan, keamanan
rakyat, dan, khususnya, restorasi hubungan yang telah rusak. Keadilan, oleh
karena itu, adalah tentang memperbaiki hubungan yang rusak baik dengan orang
lain dan struktur - pengadilan dan hukuman, uang dan ekonomi, tanah dan sumber
daya.
Dalam
Alkitab shalom adalah keadilan yang berkaitan dengan hubungan dan peran sosial.
Kita bisa membayangkan bagaimana reformasi sistem peradilan pidana kita dapat
didasarkan pada “keadilan restoratif” daripada sekadar retribusi. Hubungan
majikan-karyawan bisa dibawa ke ide shalom juga sehingga seharusnya tidak ada
eksploitasi dalam hubungan kerja. Dengan demikian, terwujudlah keadilan.
Alkitab
dengan jelas menyatakan bahwa Allah itu adil. Ayat-ayat berikut ini menunjukkan
kebenaran tersebut: Mazmur 145:17: “Tuhan itu adil dalam segala jalan-Nya dan
penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya. Zefanya 3:5: “Tetapi Tuhan adil
di tengah-tengahnya, tidak berbuat kelaliman. Pagi demi pagi Ia member
hukum-Nya; itu tidak pernah ketinggalan pada waktu fajar. Tetapi orang lalim
tidak kenal malu!”. Dari berbagai pemaparan tersebut di atas, dapatlah ditarik
kesimpulan bahwa adil berarti bertindak dengan benar sesuai dengan standar
kebenaran atau ketetapan hukum yang berlaku. Allah itu adil. Artinya, Allah
akan selalu berlaku benar sesuai dengan prinsip kebenaran-Nya. Dia tak akan
pernah melanggar ketetapan-ketetapan hukum yang telah dibuat-Nya.
Keadilan Allah dapat
kita rasakan dalam berbagai cara, antara lain:
1. Allah
mencintai kebenaran dan menolak kejahatan, Allah mencintai mereka yang taat dan
setia pada jalan-Nya.
2. Allah
menghukum orang-orang yang tidak hidup dalam jalan-Nya, mereka yang tidak taat
pada perintah-Nya. Menghukum tidak berarti Allah adalah Allah penghukum, Ia
menghukum karena keadilan-Nya. keadilan Allah dinyatakan dengan menjatuhkan
hukuman atas setiap pelanggaran dan dosa. Dia tidak akan membiarkan pelanggaran
dan dosa berlalu begitu saja dari hadapan-Nya. Dia akan mengganjarnya dengan
hukuman.
3. Allah memberikan
tempat bagi mereka yang taat dan setia pada perintah-Nya. Semua yang dilakukan
oleh manusia tidak luput dari penilaian Allah. Jika setiap kejahatan memperoleh
ganjaran atau hukuman, maka setiap kebaikan dan pekerjaan baik yang kita
lakukan dihargai oleh-Nya.
Orang Beriman
Terpanggil Untuk Mewujudkan Keadilan dan Kebenaran
Ketika Allah
bertanya kepada Salomo apakah yang ia minta dari-Nya, maka Salomo meminta
hikmat sebagai hadiah dari Allah. Sebagai seorang raja, Salomo sadar bahwa
hikmat dibutuhkan bukan hanya sebagai bekal untuk memimpin rakyatnya, namun
terutama supaya ia dapat membuat keputusan yang adil dan benar. Tidak mudah
bagi manusia untuk memiliki kemampuan bertindak benar dan adil jika Tuhan tidak
memberikan hikmat-Nya.
Allah
memenuhi permintaannya, hikmat allahpun dianugrahkan bagi Salomo, memiliki
hikmat dari Allah membuat Salomo mampu mengambil keputusan adil dan benar. Hal
itu terbukti ketika orang membawa kepadanya dua orang perempuan yang
memperebutkan bayi, Salomo mampu mengambil keputusan yang adil benar, dengan
hikmat yang berasal dari Tuhan, ia tahu manakah diantara dua orang perempuan
itu yang merupakan ibu dari bayi yang sedang diperebutkan.
Keadilan, Demokrasi dan
HAM Beberapa prinsip mendasar yang dapat menghubungkan keadilan, demokrasi dan
HAM adalah sebagai berikut:
1. Pengakuan
terhadap kesetaraan, bahwa semua orang sama harkat dan martabatnya. Kesetaraan
akan mendorong lahirnya kerjasama yang erat antar warga masyarakat dan
mempunyai itikad baik secara fungsional dan profesional. Prinsip inilah yang
membedakan demokrasi dengan sistemsistem yang lain. Sekaligus kesetaraan ini,
semua orang sama di hadapan hukumn, semua orang berhak memperoleh apa yang
menjadi haknya.
2.
Kemerdekaan dan kebebasan (freedom). Prinsip inilah yang seringkali menjadi
momok bagi demokrasi sendiri. Banyak orang cenderung menyalahgunakan kekuasaan
sebagai alat untuk menindas sesama serta merampas kemerdekaan dan hak-hak
asasinya. Berbeda dengan Salomo yang dipimpin oleh hikmat Allah sehingga ia
memimpin dengan adil dan bijaksana.
3. prinsip
kesadaran terhadap adanya kemajemukan dalam masyarakat. Penghargaan terhadap
keberagaman menjadi penopang bagi terwujudnya keadilan, demokrasi dan HAM. Pada
masa kini pergerakan manusia dari berbagai belahan dunia amat tinggi sehingga
dalam satu negara hidup berbagai bangsa, suku bangsa, budaya maupun agama.
Keberagaman ini dapat melahirkan konflik, namun potensi konflik dan perpecahan
dapat diminimalisir oleh adanya kesadaran terhadap keberagaman manusia.
Sekaligus memupuk penghargaan terhadap sesame manusia sebagai makluk mulia
ciptaan Allah.
4. Prinsip
kebebasan menyatakan pendapat dan penegakan HAM. Jadi, keadilan akan menopang
kebebasan tiap orang untuk memilih pemimpin yang baik dan benar serta
mengemukakan pendapat demi kesejahteraan bersama.
5.
Integritas. Kesesuaian antara kata dengan perbuatan, antara cara dengan
pencapaian pencapaian . Cara yang benar jujur dan adil akan menghasilkan buah
yang baik. Tujuan yang baik tentu ditempuh dengan cara-cara yang baik dan
rasional. Implikasinya adalah politik yang mengandalkan moral dan hati nurani.
6. Demokrasi
dan HAM akan menjamin pemenuhan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
HAM Tanggung Jawab
Bersama: Warga Negara dan Warga Gereja
Bangsa
Indonesia mengalami lembaran hitam yang kelam Pada tahun 1998. Pada waktu itu
seribu lebih orang Indonesia diperkosa, disiksa, dibunuh, dan dibakar.
Orang-orang Indonesia keturunan Tiongkok dan orang Kristen telah menjadi
sasaran kekerasan yang amat keji. Peristiwa itu telah menorehkan lembaran hitam
dalam perjalanan HAM di Indonesia.
Sangat mengherankan karena sampai dengan saat
ini belum terungkap siapa yang menjadi otak pelanggaran berat hak-hak asasi
manusia pada bulan Mei-Juni 1998 itu. Yang diadili dan dijatuhi hukuman barulah
prajurit-prajurit kecil pelaksana di lapangan. Karena itu vonis yang diberikan
pun hanya sebatas pemecatan dan hukuman penjara untuk para pelaku penembakan di
Universitas Trisakti dan Semanggi.
Sementara itu, siapa para pelaku pemerkosaan, penyiksaan, dan pembunuhan atas sekian ribu korban lainnya mungkin akan tetap gelap dan tidak terungkapkan. Berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang diungkapkan dalam bahan pelajaran ini tidak bertujuan mendiskreditkan pihak mana pun. Dengan membuka peristiwa ini, generasi muda dapat belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan oleh generasi terdahulu dan termotivasi untuk mewujudkan demokrasi dan HAM dalam kehidupannya.
Hal ini perlu ditegaskan karena meskipun Indonesia telah
bertumbuh menjadi Negara demokrasi namun masih ada pihak tertentu yang tidak
ingin berbagai peristiwa pelanggan HAM dibuka dan dipercakapkan secara terbuka.
Seolah-olah percakapan terbuka akan memprovokasi rakyat untuk memandang
pemerintah secara negative. Padahal dengan membuka kasus-kasus pelanggaran HAM
akan memberikan pembelajaran kepada generasi muda untuk tidak mengulang hal
yang sama sekaligus sebagai bentuk peringatan dan solidaritas kita bagi para
korban pelanggaran HAM.
Bagaimana dengan praktik gereja di Indonesia sehubungan dengan demokrasi dan Hak Asasi Manusia? Bagaimana masalah demokrasi dan hak asasi manusia dipandang dari segi kegerejaan? Sejauh mana pimpinan dan umat gereja melibatkan diri dalam perjuangan untuk demokrasi dan Hak Asasi Manusia?
Ada beberapa pertanyaan
mendasar yang dapat diajukan dalam kaitannya dengan keterlibatan gereja dalam
demokrasi dan HAM.
1. Apakah
partisipasi gereja itu semata-mata karena desakan politis atau karena keyakinan
keagamaan?
2. Apakah
ada dasar-dasar teologis untuk demokrasi dan Hak-hak Asasi Manusia?
3. Dapatkah
perjuangan untuk demokrasi dan Hak Asasi Manusia diintegrasikan dengan usaha
penyelamatan oleh gereja, dan diberi watak soteriologis (penyelamatan)?
4. Apakah
perjuangan demokrasi dan hak asasi manusia lebih merupakan masalah keadilan
atau masalah perwujudan cinta kristiani yang diajarkan dalam gereja?
Dalam rangka
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas, kita dapat menggunakan
referensi berpikir Jürgen Moltmann (lahir 8 April 1926), seorang teolog
terkemuka pada abad XX dan XXI dari Jerman. Ia mengatakan bahwa Allah yang
menyatakan diri kepada Israel dan orang Kristen adalah Allah yang membebaskan
dan menebus mereka.
Dialah Allah
yang menciptakan seluruh umat manusia dan segala sesuatu yang ada. “Jadi,
tindakan Allah yang membebaskan dan menebus dalam sejarah, mengungkapkan masa
depan sejati manusia, yakni menjadi ‘gambar Allah’.
Dalam
seluruh hubungan mereka dalam kehidupan – manusia dengan sesamanya dan segala
makhluk di dalam seluruh ciptaan – mereka mempunyai ‘hak’ akan masa depan.”
Sebagai “gambar Allah” manusia mestinya memiliki martabat yang tinggi dan
mulia.
Hak-hak
asasi manusia tidak boleh dirampas dan diinjak-injak. Merampas dan
menginjak-injak hak-hak asasi manusia berarti menghina dan melecehkan Sang
Penciptanya sendiri.
Dari apa
yang dikatakan oleh Moltmann, mestinya jelas jawaban kepada
pertanyaan-pertanyaan di atas, bahwa ada dasar-dasar teologis yang kuat untuk
hak-hak asasi manusia.
Persoalannya
ialah, apakah warga gereja cukup menyadari masalah ini? Kalau ya, seberapa jauh
pimpinan dan warga gereja sendiri ikut terlibat dalam perjuangannya? Dan
kalaupun terlibat, apakah itu karena desakan politis, ikut-ikutan
kelompok-kelompok lain, ataukah memang benar-benar karena alasan teologis yang
kuat?
Kita pun dapat
mengajukan pertanyaan lanjutan seperti ini:
1. Bagaimana
memandang dan meninjau gereja dari perspektif demokrasi dan HAM? Ke dalam
kelompok, soal ini termasuk pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini:
2. Sejauh mana demokrasi dan hak-hak asasi
diterapkan secara konsekuen dalam Gereja sendiri? Ataukah ada pelanggaran
demokrasi dan HAM yang bersifat khas yang hanya terjadi dalam kalangan gereja
saja?
3. Bagaimana
membandingkan ajaran gereja tentang manusia dengan kedudukan manusia dalam
demokrasi dan HAM?
4. Adakah
gerakan-gerakan pembaharuan dalam gereja yang dapat dinamakan gerakan yang
diilhami oleh tema demokrasi dan HAM?
Mempertimbangkan
tantangan-tantangan yang dihadapi oleh Gereja dan masyarakat masa kini, kita
dapat menyimpulkan bahwa Gereja pada saat ini tidak bisa lagi berdiam diri atau
bersikap acuh tak acuh terhadap masalah demokrasi dan hak asasi manusia. Bisa
saja gereja tidak mempedulikannya, tetapi hal itu akan menyebabkan kehadiran
gereja sendiri tidak diperhatikan dan bahkan diremehkan.
Pertanyaan-pertanyaan
di atas membuat gereja dan orang Kristen harus memeriksa diri sendiri. Banyak
pelanggaran demokrasi dan hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia, seberapa
jauh orang Kristen telah mempraktikkan demokrasi dan hak asasi manusia di dalam
lingkungannya sendiri?
Dengan kata
lain, Gereja dan orang Kristen semestinya tidak hanya menuntut supaya
diperlakukan dengan adil, diakui hak-hak asasinya sebagai manusia, tetapi juga
memberlakukan hal yang sama kepada orang lain, kepada sesamanya. Seperti yang
dikatakan oleh Yesus sendiri dalam, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya
orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi
seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Matius 7:12).
Untuk menghadapi masalah-masalah menyangkut pelanggaran terhadap demokrasi dan HAM, Gereja dan orang Kristen harus mendidik warga gereja dan anak-anaknya agar mereka menjadi sadar akan hak, tanggung jawab, dan kewajiban mereka sebagai warga negara. Bersama-sama dengan orang-orang beragama lain, orang Kristen harus bekerja sama untuk membela orang-orang yang kehilangan hak-haknya atau yang ditindas karena dianggap berbeda dari orang lain.
Sudah lama sekali bangsa kita
diperbodoh dan dilemahkan dalam pemahaman yang benar mengenai kehidupan
bermasyarakat dan politik. Ketika itu terjadi, penguasa atau pengendali
kekuasaan dalam ruang lingkup apapun juga, bisa berbuat apa saja yang mereka
ingini. Dalam kondisi seperti itu, apa yang harus dilakukan oleh gereja?
Gereja
hendaknya membantu pemerintah memberdayakan rakyat. Artinya menempatkan rakyat
pada tempat yang semestinya dalam sebuah demokrasi, yaitu sistem yang diatur
oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat pula.
Jadi, rakyat
tidak hanya dicari dan dimanfaatkan untuk merebut sebuah jabatan publik,
melainkan harus terus-menerus didengar dan diperhatikan pikiran dan pendapatnya
oleh setiap pemimpin dan anggota DPR, karena merekalah pemilik kekuasaan yang
sesungguhnya. Siapakah yang dimaksudkan dengan “gereja” itu?
Gereja tidak lain daripada orang-orangnya, kita semua. Setiap anggota gereja, termasuk seorang siswa, sebagai seorang remaja Kristen, harus ikut serta di dalam tugas ini.
Kita semua perlu berjuang dalam pembebasan banyak orang Indonesia dari
terkungkung dan belenggu oleh berbagai hal: kemiskinan, konsep tentang
kedudukan laki-laki dan perempuan yang keliru, pemahaman yang keliru tentang
seks dan seksualitas, konsep tentang kebebasan beragama, berkeyakinan, dan
lain-lain.
Untuk melakukan semua tugas itu, gereja – kita semua – perlu bekerja sama dengan orang-orang lain yang berbeda keyakinan namun yang memiliki kepedulian yang sama. Kita sadar akan keterbatasan untuk melakukan semua tugas tersebut sendirian.
Bagaimana dengan Gereja kita sendiri?
Dengan bekal
pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, orang Kristen harus bertanya, bagaimana
cara memperlakukan orang-orang yang berada di sekitarnya. Begitu pula hubungan
yang ada ada dalam organisasi gerejawi? Dalam hubungan Gereja dan orang Kristen
dengan sesamanya yang berbeda keyakinan, apakah telah terbangun hubungan yang
saling memanusiakan?
Apakah
gereja dan orang Kristen cenderung memperjuangkan hak-haknya semata dan tidak
peduli ketika orang yang beragama lain kehilangan hakhaknya? Pada skala
nasional ada banyak masalah yang membelit para tenaga kerja Indonesia di luar
negeri menyangkut hak asasi mereka. Ada yang meninggal disiksa majikan, ada
yang diperlakukan tidak manusiawi dll. Ada juga pelecehan seksual yang
dilakukan oleh pejabat gereja
Apa yang harus
dilakukan?
Selama masa Orde Baru bangsa kita dibiarkan menjadi bodoh, tidak bertanya-tanya apakah hak asasi manusia itu, dan mengapa kita tidak memilikinya. Bangsa kita hanya diajarkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah konsep barat yang tidak cocok dengan bangsa Indonesia. Karena itu kepada kita hanya diingatkan akan kewajiban-kewajiban kita, bukan hak-hak kita. Berkaitan dengan penegakan HAM serta tugas panggilan gereja, kitapun bertanya apakah gereja sudah melakukan tugas-tugasnya seperti yang telah dibahas di atas?
Tampaknya ada beberapa pola partisipasi gereja
dalam perjuangan demi keadilan dan kebenaran. Misalnya:
1. Gereja paham bahwa ia mempunyai tugas dan
panggilan yang utama dalam mendidik warga gereja dan memberikan kesaksian
melalui kevberpihakan pada mereka yang diperlakukan secara tidak adil.
2. Gereja
melakukan pelayanan rohani saja karena untuk pelayanan sosial bukankah sudah
ada Kementerian Sosial dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat? Penyebab utama
dari pemikiran ini adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan yang jasmani,
dengan tubuh manusia dan bukan jiwanya, dianggap remeh, rendah, dan duniawi.
3. Gereja paham akan panggilannya untuk
membela orang miskin dan tertindas, tapi khawatir karena jumlah orang Kristen
sangat sedikit. Bagaimana kalau nanti gereja dan orang Kristen ditindas?
4. Gereja terjebak pada praktik-praktik politik praktis. Ketika gereja aktif dalam kegiatan membela rakyat miskin, sehingga gereja malah aktif mendukung partai politik tertentu, berkampanye untuk calon-calon tertentu. Keadaan seperti ini bisa berbahaya bagi gereja. Gereja bisa menutup mata ketika pihak yang didukungnya melakukan hal-hal yang negatif, seperti korupsi, membohongi rakyat dengan janji-janji kosong, atau bahkan merampas hak-hak rakyat baik secara halus maupun terangterangan.
Dalam
kalangan Gereja dan masyarakat Kristen di dunia ada tokoh-tokoh yang tampil dan
memperjuangkan HAM, misalnya, Pdt. Dr. Martin Luther King, Jr. dari Amerika
Serikat, Nelson Mandela dan Uskup Desmond Tutu dari Afrika Selatan, Kim Dae
Jung dari Korea Selatan yang pernah menjabat presiden negara itu. Dari
Indonesia ada Dr. Yap Thiam Hien, Pdt. Rinaldy Damanik dari Poso, Sulawesi
Tengah, Ibu Yosepha Alomang atau Mama Yosepha, dari Papua, Ibu Ade Sitompul
dari Jakarta, Pdt. Solagratia Lummy, Dr. Mokhtar Pakpahan yang memperjuangkan
hak-hak buruh/pekerja di Indonesia
Tugas hari ini:
1. Siswa
diminta mengasosiasi hubungan antara keadilan, demokrasi dan HAM, mengapa
keadilan harus menjadi dasar utama dalam mewujudkan demokrasi dan HAM?
2. Prinsip
Alkitab yang mana yang dapat dipakai dalam melakukan analsis?
Komentar
Posting Komentar