PRINSIP SETIA, ADIL, DAN KASIH
Dari sekian banyak sifat yang Tuhan miliki, pada bab ini kita fokus pada setia, adil, dan kasih. Allah adalah Allah yang setia, adil, dan penuh kasih. Allah yang setia adalah Allah yang tidak pernah membiarkan ciptaan-Nya mengalami kebinasaan.
Allah yang adil adalah Allah yang menghukum mereka yang melakukan kesalahan terhadap Allah dan sesama. Allah yang penuh kasih adalah yang selalu menginginkan yang terbaik untuk umat-Nya, sesuai dengan rancangan indah-Nya yang membawa kebaikan bagi semua.
Ketiga sifat Allah ini saling terkait dan mengingatkan kita bahwa seluruh hidup manusia ada dalam pemeliharaan Tuhan, mulai dari kandungan sampai pada bagaimana kita menjalani hari-hari kita saat ini, bahkan sampai akhir nanti. Untuk membalas kebaikan Tuhan, kita pun perlu bersikap setia, adil, dan penuh kasih, baik terhadap Allah maupun kepada sesama kita.
Oleh karena itu, jangan menyimpan ini semua untuk diri sendiri, tetapi bagikan kepada orang lain agar mereka juga dapat merasakan dan mengakui pemeliharaan Tuhan untuk kehidupan mereka. Setia dan adil ternyata dilandasi oleh sifat yang lebih dikenal sebagai ciri orang Kristen, yaitu kasih.
Dasar Teologis untuk Setia
Mari kita belajar dari Alkitab tentang makna kesetiaan.
Firman Tuhan sendiri yang menyatakan bahwa Allah adalah setia. “Sebab itu
haruslah kauketahui, bahwa Tuhan, Allahmu, Dialah Allah, Allah yang setia, yang
memegang perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan
berpegang pada perintah-Nya, sampai kepada beribu-ribu keturunan.” (Ulangan
7:9). Sebagai umat-Nya, tentu kita juga dituntut untuk setia
Makna kesetiaan kepada Tuhan:
1. Percaya pada apa yang Tuhan firmankan karena itu akan
digenapiNya.
2. Tidak perlu takut saat menyampaikan kebenaran firman
Tuhan.
3. Memberitakan kebenaran firman Tuhan dilandasi oleh kasih yang tulus kepada mereka yang menerima pemberitaan ini.
Dasar Teologis untuk Keadilan
1. Yesaya 30:18b. “Sebab Tuhan adalah Allah yang adil;
berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!”
2. Mikha 6:8. “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu
apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil,
mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”
Dasar Teologis untuk Kasih
Kesempatan untuk mempraktikkan kasih muncul setiap saat.
Bagaimana caranya? Kita mengingat pesan Tuhan Yesus di dalam Matius 22:37-39
yang sering juga disebut sebagai hukum kasih. Memang tidak berlebihan bila dikatakan
bahwa ajaran Kristen adalah ajaran kasih. Seluruh pikiran kita,
rencana yang akan dilakukan dan keputusan yang kita buat
harus diperhitungkan baik-baik. Apakah betul itu akan memuliakan Tuhan sebagai
tanda bahwa kita mengasihi Tuhan yang sudah lebih dulu mengasihi kita sekaligus
sebagai wujud bahwa kita mengasihi orang lain seperti diri kita sendiri?
Satu patokan yang dapat kita gunakan untuk menerapkan kasih ini adalah menerapkannya tanpa syarat (unconditional love). Sama seperti Tuhan sudah mengasihi kita terlebih dulu, terlepas dari apa yang kita sudah lakukan untuk-Nya, inilah yang menjadi modal kita saat berinteraksi dengan orang lain, yaitu menerima dia apa adanya, bukan karena dia sudah lebihdulu melakukan kebaikan untuk kita atau sebaliknya, membenci seseorang karena ia lebih dulu membenci dia. Sejujurnya, mengasihi Tuhan dan sesame adalah dua sisi dari satu mata uang yang memang tidak bisa dipisahkan. Ketika kita mengasihi Tuhan, kita terdorong untuk mengasihi sesama, dan saat kita mengasihi sesama, kita sedang mempraktikkan kasih kita kepada-Nya.
Hal-hal yang dapat kita praktikkan sebagai wujud kasih
kita kepada Tuhan dan sesama sebagai berikut.
1. Kita tidak bisa memaksakan kehendak kita, menganggap
diri kita paling benar. Apabila kita melakukan hal ini, mereka yang berbeda
dengan kita pun akan memaksakan kehendak mereka kepada kita.
2. Kita perlu melakukan pembekalan agar mereka yang masih
muda dan belum paham, dapat disiapkan untuk melakukan yang benar dan
menghindarkan yang salah serta merugikan orang lain.
3. Mereka yang menjadi korban dan terluka karena perlakuan orang lain yang melanggar prinsip “mengasihi sesama” ini perlu didampingi, dilindungi, dan kemudian diberdayakan agar tetap siap menjalani masa depan mereka tanpa terganggu oleh pengalaman pahit yang mereka terima sebelumnya.
Bagaimana Mempraktikkan Kasih dalam Hidup Sehari-hari
Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang “Anak yang
Hilang” dalam Lukas 15:11-32. Silakan dibaca ayat-ayat tesebut. Setelah itu,
jawablah pertanyaan berikut.
a. Apa yang dilakukan si anak bungsu? Apakah melukai hati
sang ayah?
b. Menurut kalian, mengapa ayah tetap memenuhi permintaan
“gila” dari
si anak?
c. Pada saat anak bungsu sudah menghabiskan semua uangnya
dengan
hidup berfoya-foya, mengapa ia masih berani untuk pulang
ke rumah
ayahnya walaupun ia memilih untuk dianggap sebagai
pelayan, bukan
anak?
d. Dari perumpamaan ini, apa saja yang kalian pelajari
tentang sifat Allah?
Tuliskanlah di kolom komentar
a.kesalahan anak bungsu adalah ketika bapanya memberi harta warisan iya langsung berpoya poya tidak memikirkan masa depannya sedangkan kesalahan si sulung adalah rasa cemburu kepada si sulun
BalasHapusb.karna ayahnya begitu sayang sama si bungsu
c.bungsu menyadari kesalahannya.
d.pemaaf
a. Si anak bungsu meminta harta orang tuangnya tetapi Si bungsu malah menjual harta kekayaan ayahnya lalu pergi ke negeri yang jauh dan memboroskan harta yang ia miliki dengan hidup berfoya foya hingga habis. Maka hal yang dilakukan oleh si bungsu tidak sesuai dengan ajaran Tuhan tetapi ayahnya memutuskan untuk mengampuni anaknya dan menerima ia kembali karena ayahnya menganggap anaknya sudah hilang dan kembali lagi.
BalasHapusb. Ayahnya memiliki hati yang baik dan ia awalnya mempercayai anaknya yang bungsu untuk memegang hartanya tetapi Si bungsu malah menghamburkan uang orangtuanya.
c. Si bungsu menyadari perbuatannya yang tidak sesuai dengan ajaran Tuhan. Ia menyadari telah melukai hati ayahnya dan ia merasa terhadap sorga.
d. Dengan kita mengikuti ajaran allah maka kita dapat tahu ajaran allah yang baik, dalam cerita Si bungsu walaupun sikapnya yang durhaka kepada ayahnya, ayahnya tetap mau memaafkan perilaku Si bungsu dan menerima ia kembali. Maka dalam ajaran allah saya tahu bahwa kita perlu hidup dalam kasih dan saling memaafkan.