KEADILAN DAN PERDAMAIAN
DALAM KELUARGA
Baca & Renungkan:
1. Yesaya 57:21
Bagian Alkitab ini berisi tentang kata-kata penghiburan dari Nabi Yesaya untuk umat Tuhan. Dia mengungkapkan bahwa tidak akan ada damai apabila umat Tuhan tetap melakukan ketidakadilan atau kefasikan. “Tiada damai bagi orangorang fasik itu”.
Jelas dari ayat ini bahwa realita damai sejahtera bukanlah hal yang tanpa syarat. Keadilan rupanya merupakan langkah awal untuk memasuki suasana damai sejahtera. Dengan demikian masalah kefasikan atau ketidakadilan perlu dipecahkan lebih dahulu sebelum damai sejahtera itu dapat dialami. Ketidakadilan memang pada hakikatnya sangat mengganggu,
meresahkan dan mengelisahkan. Hal ini dialami oleh Nabi Yesaya di tengahtengah bangsa yang dikasihinya. Oleh karena itu, Nabi Yesaya menyerukan dan mengusahakan agar masalah ketidakadilan lebih dulu digarap dan diatasi sehingga damai sejahtera itu pada akhirnya menjadi realita komunitas.
Dari teks ini kita mendapat pengajaran bahwa untuk mengalami suasana damai sejahtera baik dalam keluarga, dalam komunitas bahkan di tengahtengah bangsa, maka lebih dahulu perlu diusahakan lebih dahulu pemecahan ketidakadilan. Hasil dari usaha tersebut maka akan tercipta suasana yang adil dan damai yang menjadi dambaan dari setiap insan dimanapun dia berada.
2. Matius 5:9
Teks ini adalah khotbah Tuhan Yesus di bukit :“Berbahagialah orang yang membawa damai.” Orang yang membawa damai adalah orang yang menciptakan perdamaian atau yang menyalurkan damai yang berasal dari Tuhan Sang Pendamai Agung kepada semua orang.
Jadi, orang tersebut lebih dahulu menerima damai dan selanjutnya menyampaikan kepada semua orang sebagai kesaksiannya. Mereka inilah yang akan disebut anak-anak Allah, yaitu keluarga besar Kerajaan Allah. Itulah sebabnya mereka juga disebut sebagai orang yang berbahagia karena mereka hidup secara adil, tanpa masalah, permusuhan, dan tanpa konflik.
Jadi dalam ajaran Tuhan Yesus tentang Kerajaan Allah, damai merupakan suatu kondisi yang tidak boleh tidak ada dalam Kerajaan Allah. Tanpa keadilan dan perdamaian, Kerajaan Allah tidak dapat dihadirkan dan tanda-tanda Kerajaan Allah tidak dapat dirasakan.
Perdamaian dan keadilan dalam keluarga adalah suatu hal yang terjadi apabila terjalin komunikasi yang sesuai dan tidak searah sehingga kedua belah pihak saling memahami (orang tua dengan anak) dan tercipta kedamaian dan keadilan dalam keluarga
1. Kebutuhan Terhadap Keadilan dan Perdamaian
Dalam bahasa Yunani (bahasa asli Alkitab Perjanjian Baru), istilah yang dipakai untuk keadilan adalah dikaiosune (Newman, 2002:4). Istilah ini meliputi beberapa arti, yakni adil, tulus, benar, dan tidak salah. Sementara, dalam bahasa Ibrani (bahasa asli Alkitab Perjanjian Lama), istilah yang dipakai adalah misypat yang berarti hukum atau keputusan dan tsedaqa yang berarti kebenaran (Beaker dan Sitompul, 1997:40, 51).
Secara hakiki, adil pada diri sendiri adalah sesuatu yang harus dipenuhi sebagai kewajiban yang telah menjadi haknya dalam hubungannya dengan hidup. Itu berarti, adil adalah: sesuai dengan haknya, tidak lebih dan tidak kurang. Keadilan harus dihubungkan dengan kemanusiaan, yakni wajib memenuhi kepentingan sendiri sekaligus kepentingan orang lain sebagai sesama.
Oleh sebab itu, keadilan harus selalu memerhatikan kepentingan dari dua pihak yang berlainan, tidak hanya satu pihak. Apabila keadilan hanya memerhatikan kepentingan sepihak, kehidupan bersama dapat dipastikan tidak akan damai, bahkan semakin rapuh. Keadilan sesungguhnya mempunyai perspektif mengatur dan menertibkan kehidupan seseorang (2 Sam. 15:4; Maz. 82:3). Dalam keadilan termaktub kewajiban untuk peduli bagi kepentingan pihak lain secara individual ataupun kolektif (Hak. 5:11), agar komunitas menjadi damai.
Keadilan yang dihubungkan dengan keluarga memiliki potensi pengembangan yang sangat besar. Karena di dalam keluarga seseorang menjadi apa yang telah diajarkan dan dibentuk dalam keluarganya. Jika seseorang diajarkan tentang keadilan dalam keluarga, maka orang tersebut akan membawa pribadi adil ke luar di masyarakat. Sikap atau tindakan yang dianggap adil adalah penyerahan diri secara total kepada Tuhan Allah.
Dalam hal ini, keadilan selalu berimplikasi pada beberapa prinsip, yakni: kesejahteraan, kecukupan, kesetaraan, personalitas dan persaudaraan. Untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut, keadilan juga memerlukan kasih. Seringkali keadilan berkaitan erat, bahkan dapat menjadi realita sebab-akibat terhadap timbulnya perdamaian. Bila dalam persekutuan terdapat ketidakadilan, maka akibatnya seringkali sulit diadakan perdamaian.
2. Meneladani Tuhan Yesus
Apakah kita sudah menjadi pembawa damai, sahabat bagi dunia, memiliki sikap kehidupan sebagai orang Kristen, yang identik dengan kasih dan damai? Tentu seharusnya demikian kehidupan kita sebagai orang Kristen. Sebelum kita berdamai dengan keluarga dan lingkungan, seharusnya lebih dulu kita harus berdamai dengan Tuhan dan kehendaknya. Inilah dasar utama kehidupan Kristiani. Usahakan dan upayakanlah pola hidup anda adil dan damai dengan meneladani keadilan dan perdamaian Tuhan. Bagaimana caranya? Dengan cara membuat pola hidup berkomunikasi dengan Tuhan setiap hari melalui pembacaan firman dan doa.
Dalam kitab Nabi Mikha 5:4 dikatakan bahwa “Dia menjadi damai sejahtera”. Pada umumnya para penafsir mengungkapkan bahwa ayat itu menunjuk kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai “Raja Damai”. Dia adalah damai sejahtera itu sendiri, yang menjadi pedoman kehidupan kita.
Kehadiran Kristus dalam kelahiran dan kematian dan kebangkitannya adalah cara Allah yang merendahkan diri dan menjadi manusia untuk berdamai dengan kita manusia yang berdosa. Kristus adalah Allah Sang Kasih yang mendamaikan kita dengan Allah, serta menjadi contoh perdamaian antara kita dan sesama, bahkan dengan lingkungan.
Salah satu contoh tentang perdamaian yang dilakukan oleh Tuhan Yesus Kristus adalah percakapan Tuhan Yesus dengan seorang perempuan Samaria, di sumur Yakub (Yoh. 4:9 18). Pada ayat tersebut kita menemukan bagaimana Tuhan Yesus, sebagai seorang Yahudi, sedang menjadi “jembatan” pendamai dengan orang Samaria, di mana sebelumnya kedua bangsa ini, bermusuhan dan tidak berkomunikasi satu dengan yang lainnya
Sebenarnya, apa yang diperlihatkan Tuhan Yesus dalam kisah di atas, merupakan sebuah teladan yang harus dilakukan dalam kehidupan orang Kristen. Terutama kaum remaja yang sering sensitif, gampang tersinggung, dan mudah terlibat konflik. Tuhan Yesus memberikan teladan bahwa sebagai orang Kristen harus menjadi pembawa damai bagi dunia.
Salah satu tes yang bisa kita lakukan misalnya adalah ketika kita hadir di suatu tempat. Pada saat kita hadir, apakah kehadiran kita disukai oleh orang-orang di sekitar kita? Adakah kehadiran kita sudah ditunggu-tunggu dan sangat diharapkan? Jika kehadiran kita diterima atau ditunggu-tunggu, mungkin kita sudah membawa dampak yang positif bagi lingkungan itu, atau setidaknya membawa damai di lingkungan.
Tahukah kamu, bahwa lingkungan membutuhkan damai? Sudahkah kita menjadi pembawa damai bagi lingkungan kita? Sudahkah kita sungguh-sungguh berdamai dengan Allah dan berdamai dengan sesama? Hal ini pernah dibuktikan oleh salah seorang peneliti tentang dampak suasana damai.
3. Perdamaian dalam Keluarga
Kata perdamaian berasal dari kata “damai” yang bisa berubah konsepsi sesuai waktu dan budaya. Dalam masyarakat luas, orang-orang memahami istilah “damai” dan implikasi-implikasinya melalui berbagai pandangan. Banyak orang, dan mungkin juga diri kita sendiri, memahami perdamaian secara sederhana sebagai suatu situasi/keadaan di mana tidak ada konflik atau tidak ada perang.
Namun kenyataannya tidak sesederhana itu, konsep damai ini sebenarnya memiliki dua pemahaman yaitu negative dan positive. Pemahaman damai yang negatif ini kita menilai apakah sebuah situasi/keadaan bisa disebut sebagai situasi/keadaan damai atau tidak, dengan cara melihat ada atau tidaknya hal yang biasanya mengancam dan menghancurkan perdamaian, yaitu ketidakadilan dan konflik atau, dalam skala yang lebih luas adalah perang.
Sedangkan pemahaman damai yang positif, kita bisa menilainya lewat situasi/keadaan, tidak sekedar hanya dengan melihat ada perang atau konflik terbuka atau tidak, melainkan dengan melihat adakah hal-hal yang mendukung terciptanya perdamaian atau tidak.
Dalam pemahaman semacam ini, yang kita cermati adalah apakah orangorang dalam keluarga tersebut sudah berusaha menghapuskan berbagai bentuk kekerasan dan ketidakadilan, baik individual maupun dalam struktural keluarga.
Dengan demikian juga sebaliknya, apakah orang-orang tersebut sudah dengan sengaja menciptakan hal-hal yang bisa menjamin kelanggengan perdamaian dan keadilan terhadap masing-masing anggota keluarga, antara bapak dan ibu serta antara orang tua dan anak-anak di dalam satu rumah.
4. Masalah yang Dihadapi Kaum Muda
Philip Tangdilingtin (dalam Sugiyo, 2001) mengungkapkan ada empat masalah pokok yang dihadapi kaum muda pada umumnya, yaitu masalah dalam keluarga,masyarakat, gereja, dan diri kaum muda sendiri. Mengidentifikasi masalah merupakan langkah yang bijak untuk dapat mengatasi dan menanggulanginya.
Yang perlu diketahui dan dilakukan bahwa setiap masalah kaum muda merupakan tanggung jawab kaum muda itu sendiri untuk mengatasinya. Orang lain hanya dapat memberikan bantuan atau pendampingan.
Dengan kata lain kaum muda harus melatih/mendidik diri sendiri untuk mengatasi masalah secara mandiri. Jika memang tidak mampu, barulah minta tolong kepada orang lain khususnya pada orang tua. Terutama hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah ketidakadilan, sehingga menimbulkan keadaan yang tidak damai.
Dalam hubungan dengan keluarga ada kesenjangan atau jarak antara nilai dan norma yang berakibat membawa pada konflik antara kaum muda dan orang tua. Kurangnya perhatian dan pengertian dari orang tua, menurunnya wibawa orang tua karena pengaruh teknologi komunikasi, posisi anak dalam keluarga (bungsu, sulung); semua itu dapat membawa akibat bahwa kaum muda kurang merasa damai, aman, dan terlindungi.
Lalu mereka tidak nyaman tinggal di rumah, dan sering berada di luar rumah, serta kehilangan kesempatan dan tantangan untuk berkembang secara utuh. Kaum muda sering terjalin dalam struktur sosial tanpa mereka sadari, yang sering menguasai dan memanipulasi hidup mereka.
Akibatnya terjadilah sikap apatis, frustrasi, dan tidak aman, lebih-lebih saat remaja berada dalam masa transisi menuju kepada kedewasaan hidup. Permasalahan dalam diri kaum muda sendiri umumnya berpangkal pada penampilan psikis dan fisik mereka yang masih labil dan terbuka terhadap pengaruh dari luar, yang diserap lewat media komunikasi, atau pergaulan seperti misalnya kenaifan seksualitas, upaya aktualisasi diri yang kurang mendapat tanggapan dan pengakuan; adalah konflik sekitar kebebasan mereka.
Ada banyak hal dapat menjadi penyebab bagi terhambatnya perkembangan seorang remaja, di antaranya: kurang menyadari potensi yang dimiliki, pendidikan yang tidak tuntas (misalnya: remaja di daerah pedesaan), perasaan “tidak berpunya” atau minder, perngaruh pernikahan dini, dan kurangnya kesadaran serta upaya untuk mengubah tradisi. Banyak pula yang mengalami masalah lingkungan misalnya: kesulitan sekitar perumahan, lingkungan belajar, dan pergaulan bagi mereka yang datang dari desa ke kota besar.
Semuanya itu mengakibatkan kaum muda menjadi: gelisah, bingung, tidak pasti, dan masa depan suram (Sugiyo, 2001). Jelas dari permasalahan yang diungkap di atas, dapat menimbulkan masalah ketidakadilan di antara kaum muda, yang dapat menyebabkan timbulnya keresahan, kebingungan, dan ketidakadilan yang perlu diatasi dalam perspektif Kristiani.
5. Peran Keluarga
Bagaimana mengatasi masalah remaja yang terpapar di atas? Keluarga adalah lembaga/unit kemasyarakatan yang terkecil dan yang terpenting di dunia. Disebut demikian karena keluarga menentukan tinggi rendahnya mutu kehidupan masyarakat dan negara termasuk gereja. Kekuatan gereja bahkan suatu bangsa sangat ditentukan oleh unit-unit keluarga yang menjadi warganya.
Kalau unit-unit keluarga itu terdiri dari keluarga-keluarga yang sehat (jasmani dan rohani) dan bertanggung-jawab, maka bisa dipastikan bahwa gereja bahkan negara akan menjadi lembaga yang sehat dan kuat pula. Sebaliknya, jikalau keluarga-keluarga yang menjadi warga gereja itu lemah, jorok, penuh dengan ketidakadilan dan jauh dari hidup yang damai maka dapat dipastikan bahwa gereja maupun negara itu akan lemah, jorok, dan kacau (Krisetya, 1999).
Dari ungkapan di atas dapat diringkaskan bahwa pribadi dan keluarga yang kuat adalah keluarga yang bersedia berdamai dengan Allah sumber perdamaian, dan berdamai dengan sesama terutama dengan para anggota keluarga
Baca & Renungkan
1. Yesaya 57:21
Bagian Alkitab ini berisi tentang kata-kata penghiburan dari Nabi Yesaya untuk umat Tuhan. Dia mengungkapkan bahwa tidak akan ada damai apabila umat Tuhan tetap melakukan ketidakadilan atau kefasikan. “Tiada damai bagi orangorang fasik itu”.
Jelas dari ayat ini bahwa realita damai sejahtera bukanlah hal yang tanpa syarat. Keadilan rupanya merupakan langkah awal untuk memasuki suasana damai sejahtera. Dengan demikian masalah kefasikan atau ketidakadilan perlu dipecahkan lebih dahulu sebelum damai sejahtera itu dapat dialami. Ketidakadilan memang pada hakikatnya sangat mengganggu,
meresahkan dan mengelisahkan. Hal ini dialami oleh Nabi Yesaya di tengahtengah bangsa yang dikasihinya. Oleh karena itu, Nabi Yesaya menyerukan dan mengusahakan agar masalah ketidakadilan lebih dulu digarap dan diatasi sehingga damai sejahtera itu pada akhirnya menjadi realita komunitas.
Dari teks ini kita mendapat pengajaran bahwa untuk mengalami suasana damai sejahtera baik dalam keluarga, dalam komunitas bahkan di tengahtengah bangsa, maka lebih dahulu perlu diusahakan lebih dahulu pemecahan ketidakadilan. Hasil dari usaha tersebut maka akan tercipta suasana yang adil dan damai yang menjadi dambaan dari setiap insan dimanapun dia berada.
2. Matius 5:9
Teks ini adalah khotbah Tuhan Yesus di bukit :“Berbahagialah orang yang membawa damai.” Orang yang membawa damai adalah orang yang menciptakan perdamaian atau yang menyalurkan damai yang berasal dari Tuhan Sang Pendamai Agung kepada semua orang.
Jadi, orang tersebut lebih dahulu menerima damai dan selanjutnya menyampaikan kepada semua orang sebagai kesaksiannya. Mereka inilah yang akan disebut anak-anak Allah, yaitu keluarga besar Kerajaan Allah. Itulah sebabnya mereka juga disebut sebagai orang yang berbahagia karena mereka hidup secara adil, tanpa masalah, permusuhan, dan tanpa konflik.
Jadi dalam ajaran Tuhan Yesus tentang Kerajaan Allah, damai merupakan suatu kondisi yang tidak boleh tidak ada dalam Kerajaan Allah. Tanpa keadilan dan perdamaian, Kerajaan Allah tidak dapat dihadirkan dan tanda-tanda Kerajaan Allah tidak dapat dirasakan.
Pertanyaan:
1. Tuliskan Yesaya 57:21, Matius 5:9 dan berikan penjelasannya!
1.Yesaya 57:21 (TB) Tiada damai bagi orang-orang fasik itu," firman Allahku.
BalasHapusArtinya: Allah sudah membentuk hati nurani manusia sedemikian sehingga takkan pernah ada damai sungguh bagi orang yang hidup secara fasik -- baik damai dalam batin maupun damai secara lahir. Selama mereka berbuat dosa, hidup mereka akan seperti ombak laut yang penuh sampah dan lumpur
Matius 5:9 (TB) Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Artinya : "Yang membawa damai" adalah orang-orang yang telah diperdamaikan dengan Allah. Mereka berdamai dengan Allah karena salib.Mereka kini berusaha melalui kesaksian dan kehidupan mereka untuk menuntun orang lain.
2. Matius 5:9
BalasHapus“Berbahagialah orang yang membawa damai.” Orang yang membawa damai adalah orang yang menciptakan perdamaian atau yang menyalurkan damai yang berasal dari Tuhan Sang Pendamai Agung kepada semua orang.
Jelas dari ayat ini bahwa realita damai sejahtera bukanlah hal yang tanpa syarat. Keadilan rupanya merupakan langkah awal untuk memasuki suasana damai sejahtera. Dengan demikian masalah kefasikan atau ketidakadilan perlu dipecahkan lebih dahulu sebelum damai sejahtera itu dapat dialami. Ketidakadilan memang pada hakikatnya sangat mengganggu,
BalasHapus(DANIEL)
Yesaya 57:21 "Tiada damai bagi orang-orang fasik itu"
BalasHapusPenjelasan: Allah sudah membentuk hati nurani manusia sedemikian sehingga takkan pernah ada damai sungguh bagi orang yang hidup secara fasik -- baik damai dalam batin maupun damai secara lahir
Matius 5;9 "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah"
Penjelasan: Berbahagialah orang yang membawa damai, sebagai orang percaya damai adalah suatu keutuhan dalam ketulusan kita membawa damai dan sejahtera bagi orang lain.
2. Matius 5:9
BalasHapus“Berbahagialah orang yang membawa damai.” Orang yang membawa damai adalah orang yang menciptakan perdamaian atau yang menyalurkan damai yang berasal dari Tuhan Sang Pendamai Agung kepada semua orang.
Artinya:membawa damai dalam hidup orang lain seprti halnya kamu pihak ketiga dalam pertengkaran mereka tetapi tidak mengadu domba malah memperbaiki hubungan.
1.Yesaya 57:21 (TB) Tiada damai bagi orang-orang fasik itu," firman Allahku.
BalasHapusArtinya: Allah sudah membentuk hati nurani manusia sedemikian sehingga takkan pernah ada damai sungguh bagi orang yang hidup secara fasik -- baik damai dalam batin maupun damai secara lahir. Selama mereka berbuat dosa, hidup mereka akan seperti ombak laut yang penuh sampah dan lumpur
Matius 5:9 (TB) Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Artinya : "Yang membawa damai" adalah orang-orang yang telah diperdamaikan dengan Allah. Mereka berdamai dengan Allah karena salib.Mereka kini berusaha melalui kesaksian dan kehidupan mereka untuk menuntun orang lain.
(Excelkudadiri)
Kls:XI
1. Yesaya 57:21 (TB) Tiada damai bagi orang-orang fasik itu," firman Allahku.
BalasHapuspenjelasan : Bagian Alkitab ini berisi tentang kata-kata penghiburan dari Nabi Yesaya untuk umat Tuhan. Dia mengungkapkan bahwa tidak akan ada damai apabila umat Tuhan tetap melakukan ketidakadilan atau kefasikan. “Tiada damai bagi orangorang fasik itu”.
2. Matius 5:9 "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
penjelasan: Orang yang membawa damai adalah orang yang menciptakan perdamaian atau yang menyalurkan damai yang berasal dari Tuhan Sang Pendamai Agung kepada semua orang.
“Berbahagialah orang yang membawa damai.” Orang yang membawa damai adalah orang yang menciptakan perdamaian atau yang menyalurkan damai yang berasal dari Tuhan Sang Pendamai Agung kepada semua orang.
BalasHapus1 -Yesaya 57:21 (TB) Tiada damai bagi orang-orang fasik itu," firman Allahku.
BalasHapusPenjelasan : disini nabi Yesaya mengungkapkan bahwa tidak akan ada damai apabila umat Tuhan tetap melakukan ketidakadilan atau kefasikan. “Tiada damai bagi orangorang fasik itu”.
- Matius 5:9 (TB) Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Penjelasan : Orang yang membawa damai adalah orang yang menciptakan perdamaian atau yang menyalurkan damai yang berasal dari Tuhan Sang Pendamai Agung kepada semua orang. Yang selanjutnya menyampaikan kepada semua orang sebagai kesaksiannya. Sehingga mereka inilah yang akan disebut anak-anak Allah